Table of Contents

Dalam dunia bisnis, kontrak perjanjian merupakan fondasi utama yang mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat. Kontrak memberikan kepastian hukum, menetapkan ekspektasi, serta menjadi acuan dalam hubungan kerja sama jangka pendek maupun jangka panjang. Namun dalam praktiknya, tidak jarang terjadi pemutusan kontrak secara sepihak yang menimbulkan kerugian besar, baik secara finansial maupun reputasi, khususnya bagi pihak yang tidak bersalah.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif: apakah kontrak bisa diputus secara sepihak menurut hukum Indonesia, apa saja penyebab umumnya, bagaimana cara mencegahnya, serta langkah-langkah hukum yang dapat diambil jika kontrak Anda diputus secara tidak sah.
Apakah Kontrak Bisa Diputus Secara Sepihak?
Secara prinsip, kontrak tidak dapat diputus secara sepihak tanpa dasar hukum yang sah atau tanpa adanya kesepakatan sebelumnya antara para pihak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Pasal tersebut menyatakan bahwa kontrak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sebagaimana undang-undang, dan oleh karena itu tidak dapat diubah, dibatalkan, atau dihentikan secara sepihak oleh salah satu pihak, kecuali jika:
- Diperbolehkan oleh klausul dalam kontrak, misalnya klausul pemutusan lebih awal.
- Terdapat pelanggaran berat terhadap kontrak oleh salah satu pihak.
- Terjadi force majeure atau keadaan kahar yang membuat pelaksanaan kontrak menjadi tidak mungkin.
- Ada keputusan pengadilan yang memberikan hak kepada salah satu pihak untuk mengakhiri kontrak.
Dasar Hukum Pemutusan Kontrak
Selain Pasal 1338 KUHPerdata, ketentuan pemutusan kontrak juga dijelaskan dalam pasal-pasal berikut:
- Pasal 1243 KUHPerdata: tentang wanprestasi dan tuntutan ganti rugi.
- Pasal 1266 KUHPerdata: tentang syarat batal dalam perjanjian (perjanjian dapat diakhiri jika terjadi syarat tertentu).
- Pasal 1267 KUHPerdata: tentang hak pihak yang dirugikan untuk meminta pemenuhan perjanjian, pembatalan, dan ganti rugi.
Dengan demikian, meskipun kontrak umumnya tidak bisa diputus secara sepihak, hukum Indonesia memberikan celah jika syarat-syarat tersebut terpenuhi. Namun, tetap harus ada pembuktian hukum dan tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa proses atau alasan yang dapat dibenarkan.
Alasan yang Membolehkan Pemutusan Kontrak Secara Sepihak
Ada beberapa kondisi yang secara umum diakui oleh hukum sebagai alasan sah untuk memutus kontrak secara sepihak, antara lain:
1. Force Majeure (Keadaan Kahar)
Keadaan yang tidak terduga dan berada di luar kendali pihak manapun, seperti bencana alam, perang, pandemi, atau kebijakan pemerintah, dapat menjadi alasan sah untuk tidak melanjutkan kewajiban kontrak. Misalnya, dalam kontrak pengadaan barang, banjir besar yang merusak jalur distribusi bisa membuat pemenuhan kontrak menjadi tidak mungkin.
2. Wanprestasi atau Pelanggaran Kontrak
Jika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi), seperti tidak melakukan pembayaran, tidak menyerahkan barang sesuai perjanjian, atau tidak melaksanakan pekerjaan, maka pihak lainnya dapat memutus kontrak, setelah memberikan somasi atau peringatan tertulis terlebih dahulu.
3. Ketidakseimbangan atau Ketidakadilan yang Nyata
Misalnya, dalam jangka waktu panjang, isi kontrak menjadi sangat merugikan salah satu pihak karena adanya perubahan kondisi ekonomi ekstrem. Dalam beberapa kasus, pengadilan dapat mempertimbangkan prinsip keadilan untuk membolehkan pemutusan kontrak lebih awal.
Penyebab Umum Pemutusan Kontrak Secara Sepihak
Berikut adalah beberapa penyebab paling umum yang terjadi dalam praktik:
A. Ketidakmampuan Finansial Salah Satu Pihak
Misalnya, perusahaan mengalami kebangkrutan dan tidak lagi mampu memenuhi kewajiban kontraknya.
B. Perubahan Strategi Bisnis
Beberapa perusahaan tiba-tiba memutus kontrak karena perubahan struktur organisasi atau strategi perusahaan tanpa mempertimbangkan dampaknya secara hukum.
C. Isi Kontrak yang Tidak Jelas
Klausul kontrak yang ambigu atau saling bertentangan sering kali menjadi sumber perselisihan, yang kemudian mengarah pada pemutusan kontrak oleh salah satu pihak.
D. Kurangnya Komitmen atau Profesionalisme
Ketika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya dengan benar atau menunda-nunda pelaksanaan kontrak, pihak lainnya bisa merasa dirugikan dan memutuskan untuk menghentikan kerja sama.
Cara Mencegah Pemutusan Kontrak Sepihak
Berikut beberapa langkah preventif agar kontrak Anda tidak mudah diputuskan secara sepihak:
1. Rancang Kontrak dengan Bahasa yang Jelas
Hindari kalimat yang multitafsir. Gunakan bahasa yang lugas, terstruktur, dan sertakan definisi dari istilah teknis.
2. Klausul Pemutusan Kontrak
Selalu sertakan ketentuan yang mengatur kapan, oleh siapa, dan dengan cara apa kontrak dapat diputus. Misalnya:
- Harus ada pemberitahuan tertulis 30 hari sebelumnya.
- Alasan pemutusan harus disampaikan secara tertulis.
- Adanya penalti jika pemutusan dilakukan secara tidak sah.
3. Klausul Force Majeure
Pastikan kontrak memuat definisi dan batasan force majeure yang jelas serta prosedur yang harus dilakukan jika keadaan kahar terjadi.
4. Penyelesaian Sengketa
Sertakan ketentuan tentang mediasi, arbitrase, atau domisili pengadilan tertentu untuk menyelesaikan sengketa.
5. Tinjauan Berkala Kontrak
Lakukan evaluasi kontrak secara periodik, terutama pada kontrak jangka panjang, agar dapat menyesuaikan dengan dinamika hukum dan ekonomi terbaru.
Langkah Hukum Jika Kontrak Anda Diputus Secara Sepihak
Jika Anda menjadi korban pemutusan kontrak secara sepihak tanpa dasar yang sah, berikut langkah-langkah hukum yang bisa Anda lakukan:
1. Kaji Ulang Isi Kontrak
Tinjau seluruh klausul yang berkaitan dengan pemutusan kontrak. Perhatikan apakah pihak yang memutuskan kontrak memiliki hak atau justru melanggar perjanjian.
2. Kumpulkan dan Amankan Bukti
Simpan seluruh dokumen, email, surat, notulensi rapat, invoice, dan bukti pelaksanaan kerja. Bukti ini akan menjadi krusial dalam proses hukum.
3. Berikan Somasi
Ajukan somasi (peringatan hukum) kepada pihak yang memutuskan kontrak. Somasi ini merupakan langkah awal sebelum gugatan.
4. Ajukan Gugatan ke Pengadilan
Jika somasi tidak mendapat respons, Anda dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri untuk perkara perdata, menuntut:
- Pemenuhan kontrak (specific performance)
- Pembatalan kontrak
- Ganti rugi atas kerugian finansial
5. Pertimbangkan Jalur Mediasi atau Arbitrase
Jika kontrak mencantumkan forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti mediasi atau arbitrase, maka langkah tersebut harus dijalankan terlebih dahulu.
Contoh Kasus Pemutusan Kontrak Sepihak
Studi Kasus:
Sebuah perusahaan teknologi A menandatangani kontrak penyediaan layanan cloud selama 2 tahun dengan perusahaan B. Namun, 10 bulan setelahnya, perusahaan B mengakhiri kontrak secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya karena ingin beralih ke penyedia jasa lain yang lebih murah.
Akibatnya, perusahaan A mengalami kerugian investasi awal yang besar karena telah menyediakan infrastruktur khusus.
Solusi:
Perusahaan A menggugat B atas pelanggaran kontrak. Dalam proses mediasi, perusahaan B setuju membayar ganti rugi senilai Rp500 juta sebagai kompensasi.
Lindungi Hak Anda Sejak Awal
Kontrak adalah alat hukum yang sangat penting dalam menjaga stabilitas hubungan bisnis. Namun, penting untuk menyadari bahwa kontrak bukan hanya formalitas, melainkan dokumen hukum yang dapat menentukan nasib bisnis Anda jika terjadi sengketa.
Oleh karena itu:
✅ Susun kontrak Anda dengan cermat.
✅ Gunakan bantuan ahli hukum saat menyusun atau meninjau kontrak.
✅ Dokumentasikan semua interaksi dan komunikasi secara tertulis.
✅ Bertindak cepat dan tegas jika kontrak Anda dilanggar.
Pemutusan kontrak secara sepihak yang tidak sesuai hukum bukan hanya tidak etis, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius. Maka dari itu, perlindungan hukum sejak awal adalah kunci keberlangsungan bisnis Anda.
Butuh Jasa Pengacara Untuk Kasus Anda Hubungi Kami Sekarang!
