
Nikah siri atau pernikahan yang tidak dicatat masih sering terjadi di Indonesia. Banyak orang yang melakukannya karena berbagai alasan. Topik ini banyak dibicarakan, khususnya soal apakah nikah siri sah atau tidak dan dampaknya. Masyarakat kadang bingung karena hukum agama dan aturan negara berbeda. Tidak tahu cara menikah sesuai aturan juga sering jadi penyebab nikah siri. Karena itu, penting sekali memahami aturan hukum tentang nikah siri. Artikel ini akan menjelaskan apa itu nikah siri, kedudukan hukumnya, dan dampaknya bagi yang menjalani.
Pengertian Nikah Siri
Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu mengerti dulu apa itu nikah siri. Kata “siri” diambil dari bahasa Arab “sirr” yang artinya rahasia. Jadi, nikah siri secara harfiah adalah pernikahan yang dilakukan secara diam-diam. Dulu, nikah siri memang sengaja dirahasiakan.
Tapi sekarang, nikah siri lebih sering diartikan sebagai pernikahan di bawah tangan, yaitu pernikahan yang tidak dicatat secara resmi oleh pegawai pencatat nikah. Biasanya hanya dilakukan di depan penghulu agama atau tokoh masyarakat.
Banyak orang menganggap nikah siri lebih mudah dan cukup sah asal mengikuti aturan agama. Padahal, sekarang masalah utamanya adalah tidak tercatat dalam administrasi negara. Artinya, pernikahan itu tidak terekam di data kependudukan Indonesia.
Kedudukan Nikah Siri dalam Hukum Islam
Agama Islam punya aturan sendiri soal sah atau tidaknya sebuah pernikahan. Islam mewajibkan adanya syarat dan rukun nikah yang harus dipenuhi.
Rukun nikah itu antara lain:
- Calon suami
- Calon istri
- Wali nikah untuk mempelai perempuan
- Dua orang saksi yang adil
- Ijab dan kabul
Jika semua rukun ini sudah dipenuhi, para ulama sepakat bahwa pernikahan itu sah di agama. Hubungan suami istri menjadi halal menurut syariat Islam. Jadi secara agama, nikah siri memang dianggap sah.
Walau begitu, banyak ulama menganjurkan pencatatan pernikahan untuk kebaikan bersama. Tujuannya agar hak suami, istri, dan anak terlindungi dengan jelas. Islam sangat menekankan perlindungan hak dan menghindari mudarat.
Nikah Siri Menurut Hukum Positif Indonesia
Negara Indonesia punya aturan jelas soal pernikahan, yaitu lewat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kita perlu melihat bagian penting dari undang-undang ini.
1.Keabsahan Menurut Pasal 2 Ayat (1)
Pasal 2 ayat (1) bilang bahwa pernikahan sah kalau sudah sesuai dengan aturan agama masing-masing. Ini juga sesuai dengan prinsip dalam Islam. Jadi secara peristiwa hukum, nikah siri tetap diakui jika sudah memenuhi syarat agama.
2.Kewajiban Pencatatan Menurut Pasal 2 Ayat (2)
Namun di Pasal 2 ayat (2), dijelaskan kalau setiap pernikahan harus dicatat sesuai aturan negara. Pemerintah wajib mencatat pernikahan agar data kependudukan rapi.
Untuk yang Muslim, pencatatan dilakukan di KUA oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Untuk yang non-Muslim, pencatatan di Kantor Catatan Sipil.
Kalau tidak dicatat, di situlah masalah hukum nikah siri. Walaupun sah di agama, negara menganggap pernikahan ini tidak punya kekuatan hukum. Negara juga tidak bisa melindungi jika ada masalah di rumah tangga.
Faktor Pendorong Terjadinya Nikah Siri
Ada berbagai alasan kenapa orang masih memilih nikah siri. Salah satunya karena faktor ekonomi, seperti biaya pesta atau biaya administrasi yang dianggap mahal.
Selain itu, urusan birokrasi yang dianggap rumit juga membuat orang memilih jalan pintas supaya bisa menikah cepat.
Ada juga alasan lain seperti poligami tanpa izin. Suami yang ingin beristri lagi biasanya sulit mendapat izin dari istri pertama dan pengadilan memberi syarat yang ketat, sehingga memilih jalan nikah siri.
Beberapa orang juga memilih nikah siri karena ingin menghindari zina, terutama pasangan muda yang belum mapan, dengan niat menikah resmi nanti setelah ekonomi lebih baik.
Dampak Hukum Nikah Siri
Nikah siri yang tidak dicatat bisa membawa efek hukum dan sosial yang besar. Dampak terburuk sering dirasakan oleh istri dan anak.
1. Dampak Hukum Bagi Istri
Istri dalam nikah siri posisinya sangat lemah secara hukum. Negara tidak menganggapnya istri sah.
- Tidak Bisa Menuntut Nafkah: Istri tidak bisa menuntut suami memberi nafkah secara hukum jika ditelantarkan, karena tidak ada bukti nikah.
- Risiko KDRT: Jika terjadi KDRT, istri akan kesulitan mendapatkan perlindungan, karena hubungan pernikahan tidak tercatat.
- Kehilangan Hak Waris: Kalau suami meninggal, istri tidak mendapat warisan karena tidak diakui sebagai ahli waris sah.
- Tidak Mendapat Harta Gono-Gini: Harta yang didapat selama nikah tidak diakui sebagai harta bersama dan tidak bisa dibagi jika cerai.
2. Dampak Hukum Bagi Anak
Anak adalah korban paling dirugikan dalam nikah siri. Status hukumnya jadi tidak jelas di data negara.
- Hubungan Perdata: Anak hanya berhak dengan ibu dan keluarga ibu, tidak dengan ayah sesuai hukum negara.
- Akta Kelahiran: Mengurus akta kelahiran jadi sulit dan biasanya hanya nama ibu yang dicantumkan karena tidak ada buku nikah.
- Hak Waris dan Wali: Anak tidak bisa mewarisi harta dari ayah, dan untuk anak perempuan, ayah kandung sulit jadi wali di administrasi negara.
- Dampak Psikologis dan Sosial: Anak bisa mendapat stigma atau tekanan sosial di lingkungan sekolah atau masyarakat.
Solusi Bagi yang Sudah Melakukan Nikah Siri
Pemerintah tahu banyak terjadi nikah siri, sehingga Mahkamah Agung menyediakan solusi lewat isbat nikah. Isbat nikah adalah permohonan ke pengadilan agar pernikahan diakui negara.
Permohonan ini diajukan ke Pengadilan Agama untuk yang Muslim, supaya bisa mendapatkan bukti hukum pernikahan. Biasanya suami dan istri mengajukan permohonan bersama-sama.
Hakim akan memeriksa apakah nikah siri itu sudah sesuai syariat dan tidak melanggar aturan. Jika disetujui hakim, pasangan bisa dapat penetapan pengadilan dan lalu mengurus Buku Nikah di KUA.
Langkah ini sangat disarankan bagi yang sudah terlanjur nikah siri, karena penting untuk masa depan anak-anak dan keluarga. Dengan Buku Nikah, status dan hak anak bisa dipulihkan.
Kesimpulan
Nikah siri memang sah secara agama jika rukun terpenuhi. Namun, tanpa pencatatan negara, ada banyak risiko hukum yang berbahaya. Negara mewajibkan pencatatan untuk keteraturan dan perlindungan hukum. Istri dan anak jadi pihak yang paling dirugikan. Mereka bisa kehilangan hak nafkah, warisan, dan status kependudukan.
Karena itu, masyarakat dianjurkan mengikuti aturan perkawinan yang berlaku. Menikah resmi memberi kepastian dan perlindungan yang lengkap. Bagi yang sudah nikah siri, sebaiknya segera lakukan isbat nikah. Mematuhi aturan negara juga bagian dari mencari kebaikan untuk bersama.
Daftar Referensi Hukum:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. (Tautan: jdih.setkab.go.id)
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
