Lompat ke konten

Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia

penyelesaian hubungan industrial

Dalam dunia kerja, perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha adalah hal yang wajar. Kadang muncul karena miskomunikasi, kadang karena harapan yang tak sejalan. Namun, kalau tidak diselesaikan dengan baik, perselisihan ini bisa merusak hubungan kerja dan suasana di tempat kerja. Karena itu, penting bagi kedua belah pihak untuk memahami apa saja jenis perselisihan hubungan industrial dan bagaimana cara menyelesaikannya sesuai aturan hukum di Indonesia.

1. Perselisihan Hak

Perselisihan hak terjadi ketika hak pekerja yang sudah diatur secara jelas tidak dipenuhi oleh perusahaan. Ibaratnya, ini seperti seseorang yang sudah membayar makanan, tapi pesanannya tidak kunjung datang.

Beberapa contoh yang sering terjadi:

  • Upah tidak sesuai ketentuan – misalnya upah di bawah standar atau ada potongan tanpa alasan yang sah.
  • Cuti ditolak tanpa alasan jelas – padahal pekerja sudah memenuhi syarat untuk cuti tahunan atau cuti melahirkan.
  • Tunjangan tidak diberikan – seperti BPJS Kesehatan yang seharusnya ditanggung perusahaan.
  • Jam kerja berlebihan – pekerja diminta lembur tanpa bayaran atau tidak diberi waktu istirahat yang cukup.

Semua hal ini termasuk pelanggaran hak, karena aturan dan kewajiban sudah ada, hanya saja tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

2. Perselisihan Kepentingan

Berbeda dengan perselisihan hak, perselisihan kepentingan berkaitan dengan tuntutan terhadap kondisi kerja di masa depan. Ini lebih ke arah keinginan atau aspirasi baru, bukan pelanggaran terhadap aturan yang sudah ada.

Contohnya:

  • Karyawan meminta kenaikan gaji karena biaya hidup meningkat.
  • Perusahaan ingin mengubah jam kerja, tapi karyawan merasa tidak siap.
  • Pekerja meminta fasilitas kerja yang lebih layak, seperti alat pelindung diri atau ruang istirahat yang nyaman.
  • Ada perbedaan pendapat soal bonus atau insentif kapan dibayar, berapa besarannya, atau siapa yang berhak.
Baca Juga  Biaya PPJB dalam Jual Beli Tanah

Kalau diibaratkan, perselisihan kepentingan ini seperti negosiasi antara dua pihak yang ingin mencapai titik tengah antara kebutuhan dan kemampuan.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Jenis ini adalah yang paling sensitif karena menyangkut nasib dan penghidupan seseorang. Perselisihan PHK muncul saat ada perbedaan pandangan mengenai alasan, prosedur, atau kompensasi dari pemutusan hubungan kerja.

Misalnya:

  • Karyawan di-PHK tanpa alasan yang jelas.
  • Pesangon yang diterima tidak sesuai dengan masa kerja.
  • Prosedur PHK tidak sesuai aturan, seperti tanpa peringatan tertulis.
  • Alasan PHK tidak bisa dibuktikan, misalnya karena tuduhan kinerja buruk tanpa data.

Kalau tidak ditangani secara adil, PHK bisa menimbulkan luka dan ketidakpercayaan, bukan hanya bagi pekerja yang terdampak, tapi juga bagi rekan kerja lainnya.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja

Jenis perselisihan ini tidak langsung melibatkan pengusaha, tetapi bisa mengganggu stabilitas di tempat kerja. Biasanya terjadi karena perbedaan pendapat antar serikat pekerja di satu perusahaan, misalnya tentang keanggotaan, kegiatan organisasi, atau pembagian hak dan kewajiban.

Meski terlihat internal, dampaknya bisa besar. Hubungan antarpekerja bisa renggang, dan komunikasi dengan manajemen pun ikut terhambat. Karena itu, penyelesaiannya tetap penting untuk menjaga suasana kerja yang kondusif.

Cara Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sudah mengatur langkah-langkah penyelesaian perselisihan agar masalah bisa diselesaikan dengan adil dan tidak berlarut-larut.

1. Perundingan Bipartit

Langkah pertama selalu dimulai dengan musyawarah langsung antara pekerja dan pengusaha. Tujuannya mencari solusi bersama tanpa perlu melibatkan pihak lain.

Perundingan ini harus dilakukan dalam waktu maksimal 30 hari kerja, dan hasilnya dibuat dalam bentuk risalah perundingan. Kalau ada kesepakatan, kedua pihak bisa menandatangani perjanjian bersama sebagai bukti penyelesaian.

Baca Juga  Sanksi Bagi Pelaku Perundungan di Bawah Umur

Bipartit ini ibaratnya “ngobrol dulu baik-baik”, karena banyak masalah sebenarnya bisa selesai lewat komunikasi terbuka tanpa harus ke jalur hukum.

2. Perundingan Tripartit

Kalau perundingan bipartit tidak berhasil, maka bisa lanjut ke tripartit, yaitu dengan melibatkan pihak ketiga yang netral. Bentuknya bisa:

  • Mediasi, dipimpin oleh mediator dari Dinas Ketenagakerjaan yang membantu kedua pihak menemukan jalan tengah.
  • Konsiliasi, dilakukan oleh konsiliator resmi yang lebih aktif memberikan saran penyelesaian.
  • Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui arbiter profesional. Keputusannya bersifat final dan mengikat, tapi hanya berlaku untuk perselisihan kepentingan dan antar serikat pekerja.

Langkah ini penting agar konflik tidak semakin membesar dan bisa diselesaikan dengan pandangan yang lebih objektif.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Jika semua cara di luar pengadilan tidak berhasil, maka langkah terakhir adalah membawa perkara ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
PHI merupakan pengadilan khusus yang menangani kasus hubungan kerja, mulai dari PHK, upah, hingga sengketa antar serikat.

Namun, proses di pengadilan sebaiknya benar-benar menjadi jalan terakhir. Selain memakan waktu dan biaya, keputusan pengadilan biasanya membuat hubungan kerja sulit dipulihkan.

Mengapa Pemahaman Ini Penting

Memahami jenis perselisihan dan cara penyelesaiannya bukan hanya penting bagi HR atau pengacara perusahaan. Setiap pekerja dan pengusaha sebaiknya tahu hak dan kewajibannya masing-masing.

Kalau semua pihak paham prosedur dan mau saling menghargai, konflik bisa diselesaikan lebih cepat, dengan cara yang manusiawi dan sesuai hukum.
Tujuan akhirnya bukan mencari siapa yang kalah atau menang, tapi menjaga hubungan kerja tetap harmonis dan produktif, karena dari sinilah keadilan dan kesejahteraan bersama bisa tumbuh.

Penulis

Baca Juga  Contoh Perjanjian Konsinyasi dan Panduan Lengkapnya