Lompat ke konten

Asas Non-Retroaktif: Definisi, Dasar Hukum, dan Fungsinya

Asas Non-Retroaktif

Asas Non-Retroaktif dalam Hukum Pidana Indonesia

Dalam hukum pidana Indonesia terdapat sebuah prinsip mendasar yang berfungsi menjaga keadilan sekaligus kepastian hukum, yaitu asas non-retroaktif. Prinsip ini menjamin bahwa seseorang tidak bisa dijatuhi hukuman atas perbuatan yang pada saat dilakukan belum diatur atau dikategorikan sebagai tindak pidana.

Memahami asas ini tidak hanya penting bagi para praktisi hukum, melainkan juga masyarakat umum. Asas non-retroaktif berperan sebagai pelindung hak warga negara dari potensi penerapan hukum yang sewenang-wenang. Artikel ini akan menguraikan secara utuh tentang pengertian, dasar hukum, fungsi, contoh penerapan, hingga pengecualian dari asas non-retroaktif.

Pengertian Asas Non-Retroaktif

Asas non-retroaktif, dikenal juga dengan istilah Latin lex temporis delicti, adalah prinsip yang menegaskan bahwa aturan pidana tidak boleh diberlakukan surut. Artinya, seseorang hanya dapat dituntut dan dipidana apabila perbuatan yang dilakukan memang sudah diatur sebagai tindak pidana pada saat perbuatan itu terjadi.

Dengan kata lain, jika suatu tindakan belum dilarang oleh hukum pada saat dilakukan, maka pelakunya tidak bisa dihukum meskipun belakangan aturan baru menetapkan bahwa tindakan tersebut termasuk kejahatan.

Dasar Hukum

Di Indonesia, prinsip non-retroaktif secara jelas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

Rumusan ini menegaskan bahwa hukum pidana tidak bisa digunakan secara surut. Negara dengan demikian berkomitmen untuk melindungi warganya dari ancaman kriminalisasi yang lahir dari aturan baru setelah suatu perbuatan terjadi.

Baca Juga  Panduan Lengkap Cara Balik Nama Sertifikat Rumah

Fungsi Asas Non-Retroaktif

Asas non-retroaktif memiliki fungsi penting dalam sistem peradilan pidana, di antaranya:

  1. Melindungi hak terdakwa
    Prinsip ini memastikan bahwa seseorang tidak dapat dihukum dengan aturan yang belum berlaku pada saat ia melakukan suatu tindakan.
  2. Memberikan kepastian hukum
    Warga negara dapat merasa tenang karena tahu bahwa hukum tidak akan menjerat mereka atas perbuatan yang sebelumnya tidak dilarang.
  3. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan
    Tanpa asas ini, aparat penegak hukum bisa saja menggunakan aturan baru untuk menjerat tindakan lama, yang jelas tidak adil.
  4. Menjadi dasar pembelaan hukum
    Bagi advokat, asas ini merupakan senjata penting untuk menolak dakwaan yang didasarkan pada undang-undang yang baru berlaku setelah perbuatan dilakukan.

Contoh Penerapan

Sebagai ilustrasi, bayangkan seorang karyawan bernama A dituduh membocorkan data pelanggan pada tahun 2019. Pada masa itu, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi. Namun, pada tahun 2022, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan, yang menetapkan perbuatan tersebut sebagai tindak pidana.

Jika jaksa mencoba menuntut A berdasarkan UU PDP tahun 2022, maka dakwaan tersebut melanggar asas non-retroaktif. Advokat yang membela A dapat menggunakan Pasal 1 ayat (1) KUHP untuk menyatakan bahwa penerapan hukum itu tidak sah, sebab aturan baru tidak bisa diberlakukan pada perbuatan lama.

Peran bagi Advokat

Dalam praktik persidangan, advokat dapat mengajukan eksepsi atau keberatan jika mendapati surat dakwaan jaksa menggunakan aturan yang baru lahir setelah dugaan tindak pidana terjadi. Dengan merujuk pada asas non-retroaktif, advokat bisa menolak dakwaan tersebut sehingga hak-hak klien tetap terlindungi.

Pengecualian

Meski menjadi prinsip utama, asas non-retroaktif memiliki pengecualian. Pengecualian ini berlaku pada kasus-kasus yang digolongkan sebagai kejahatan berat terhadap hak asasi manusia, misalnya genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam kondisi ini, pemberlakuan hukum secara surut dimungkinkan untuk memastikan pelaku kejahatan luar biasa tetap dapat dimintai pertanggungjawaban.

Baca Juga  Hak Perempuan di Tempat Pekerjaan Sesuai Undang-Undang

Penutup

Asas non-retroaktif adalah salah satu pilar penting dalam sistem hukum pidana Indonesia. Prinsip ini menjunjung tinggi keadilan, memberikan kepastian hukum, sekaligus melindungi hak asasi manusia agar hukum tidak digunakan sebagai alat penindasan.

Bagi praktisi hukum, khususnya advokat, pemahaman yang mendalam mengenai asas ini sangatlah penting. Tidak hanya untuk kepentingan pembelaan klien, tetapi juga untuk menjaga agar proses penegakan hukum tetap berjalan sesuai dengan prinsip keadilan yang dijunjung tinggi.

Penulis