Lompat ke konten
Beranda » News » Bagaimana Pembagian Hak Waris Bila Tidak Ada Anak?

Bagaimana Pembagian Hak Waris Bila Tidak Ada Anak?

Pembagian Hak Waris Bila Tidak Ada Anak

Pembagian Warisan dalam Islam Jika Pewaris Tidak Memiliki Anak

Hukum waris Islam memang rumit, tapi sebenarnya setiap aturan dibuat supaya adil. Aturan ini menentukan siapa saja yang berhak menerima harta dari orang yang sudah meninggal. Salah satu hal yang sering jadi pertanyaan adalah bagaimana pembagian warisan kalau seseorang meninggal tanpa punya anak.

Kondisi ini dalam Islam disebut kalalah. Untuk membagi warisan kalalah, perlu memahami ayat Al-Qur’an dan hadis serta penjelasan para ulama. Kalau tidak ada anak, urutan siapa yang berhak menerima warisan jadi berubah. Saudara yang biasanya tidak dapat bagian, bisa saja sekarang jadi berhak.

Artikel ini akan menjelaskan dengan mudah bagaimana hukum Islam mengatur pembagian warisan kalau pewaris tidak punya anak. Kita akan mempelajari pengertian kalalah, siapa saja yang berhak menerima warisan, dan bagaimana cara membaginya sesuai berbagai kemungkinan yang ada.

Memahami Konsep Kalalah dalam Hukum Waris Islam

Kalalah adalah istilah penting dalam masalah waris. Kata ini berasal dari kata yang artinya “lemah” atau “mengelilingi.” Dalam warisan, kalalah berarti seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak.

Tapi, para ulama ada yang berbeda pendapat tentang arti kalalah ini. Ada yang bilang kalalah itu hanya kalau tidak punya anak, tapi sebagian besar ulama, termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq, mengatakan kalalah itu kalau tidak punya anak maupun ayah atau kakek.

Dasar aturan tentang kalalah ada di Al-Qur’an, terutama di Surah An-Nisa ayat 12 dan 176. Dua ayat ini jadi pegangan utama untuk membedakan aturan waris antara saudara seibu dan saudara kandung atau seayah.

Landasan Hukum Al-Qur’an

Allah SWT berfirman di Surah An-Nisa ayat 176:

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya…'”

Ayat ini membahas aturan waris untuk saudara kandung atau saudara seayah kalau pewaris tidak punya anak. Ini juga menunjukkan kalau tidak ada anak, keluarga samping atau saudara bisa mendapatkan hak warisan.

Kategori Ahli Waris Ketika Tidak Ada Anak

Kalau pewaris tidak punya anak, urutan ahli waris yang menerima harta juga berubah. Kita perlu tahu siapa saja yang dapat prioritas. Umumnya, ahli waris dibagi menjadi dua, yaitu Dzawil Furudh (penerima bagian pasti) dan Ashabah (penerima sisa).

Kalau tidak ada anak, ahli waris yang bisa dapat warisan adalah:

  1. Pasangan (Suami/Istri)
  2. Orang Tua (Ayah, Ibu, Kakek, Nenek)
  3. Saudara (kandung, seayah, atau seibu)

Kehadiran ayah sangat berpengaruh. Kalau ayah masih hidup, saudara kandung tidak dapat warisan. Tapi kalau ayah sudah meninggal, saudara-saudara jadi berhak mendapat bagian.

Pembagian Harta untuk Pasangan (Suami atau Istri)

Tidak adanya anak membuat bagian warisan untuk pasangan jadi lebih besar. Dalam Islam, kalau ada anak, porsi warisan pasangan jadi kecil. Tapi kalau tidak ada anak, bagian pasangan jadi maksimal.

1.Bagian untuk Suami

Jika istri meninggal tanpa anak, suami mendapatkan setengah (1/2) dari semua harta. Dasar hukumnya dari Surah An-Nisa ayat 12: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak…”

Kalau istri punya anak, bagian suami hanya seperempat (1/4). Jadi, kalau tidak ada anak, bagian suami paling besar.

2.Bagian untuk Istri

Jika suami meninggal dunia tanpa anak, istri mendapatkan seperempat (1/4) bagian harta warisan. Kalau istrinya lebih dari satu (poligami), maka seperempat dibagi rata kepada semua istri.

Aturannya dari ayat yang sama: “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak…” Kalau suami punya anak, bagian istri turun jadi seperdelapan (1/8).

Hak Waris Orang Tua (Ayah dan Ibu)

Orang tua selalu berhak menerima warisan, walaupun ada atau tidak ada anak. Tapi, banyaknya bagian mereka tergantung apakah ada anak atau saudara pewaris.

1.Bagian untuk Ibu

Ibu punya bagian khusus kalau pewaris tidak punya anak.

  1. Sepertiga (1/3): Kalau pewaris tidak punya anak dan tidak punya saudara (atau hanya satu saudara), ibu dapat sepertiga warisan.
  2. Seperenam (1/6): Kalau pewaris tidak punya anak, tapi punya dua saudara atau lebih, bagian ibu berkurang jadi seperenam.

Bagian ibu ini diatur dalam Surah An-Nisa ayat 11. Walaupun saudara-saudaranya tidak dapat warisan karena masih ada ayah, kehadiran mereka tetap mengurangi bagian ibu.

2.Bagian untuk Ayah

Ayah punya posisi kuat dalam warisan. Kalau tidak ada anak, ayah menjadi Ashabah, yaitu boleh mengambil sisa harta setelah bagian Dzawil Furudh (seperti istri dan ibu) dibagi.

Kalau pewaris hanya meninggalkan ibu dan ayah (tanpa anak atau pasangan), maka:

  1. Ibu dapat sepertiga.
  2. Ayah dapat sisanya (dua pertiga).

Pembagian ini juga mengikuti rumus laki-laki dua kali bagian perempuan sesuai aturan Islam.

3.Kasus Khusus atau Gharawain (Masalah Umariyah)

Ada satu kasus khusus yang dikenal dengan sebutan Gharawain atau Umariyah. Kasus ini terjadi jika ahli waris adalah:

  1. Suami, Ibu, dan Ayah.
  2. Istri, Ibu, dan Ayah.

Kalau pakai aturan biasa (Ibu dapat 1/3 dari total harta), maka ibu malah dapat lebih banyak dari ayah, padahal aturan Islam bagian laki-laki seharusnya dua kali perempuan.

Karena itu, para sahabat seperti Umar bin Khattab memutuskan bahwa ibu mendapat sepertiga dari sisa harta setelah bagian suami atau istri diambil.

Contoh Perhitungan Gharawain (Suami, Ibu, Ayah):

  1. Suami ambil bagiannya (1/2).
  2. Ibu ambil 1/3 dari sisa harta.
  3. Ayah ambil sisa terakhir.

Jadi, ayah tetap mendapat dua kali bagian ibu.

Pembagian Waris untuk Saudara (Kandung, Seayah, Seibu)

Kalau pewaris meninggal tanpa anak dan ayah juga sudah meninggal, saudara-saudara berhak dapat warisan. Aturannya ada di Surah An-Nisa ayat 12 dan 176.

1.Saudara Kandung dan Saudara Seayah

Aturan tentang saudara kandung dan seayah dijelaskan di ayat 176.

  1. Satu saudara perempuan kandung atau seayah: Dapat setengah bagian (1/2) harta.
  2. Dua saudara perempuan atau lebih: Bersama-sama dapat dua pertiga (2/3) harta.
  3. Ada saudara laki-laki dan perempuan: Laki-laki mendapat dua kali bagian perempuan (Ashabah bil Ghair).
  4. Satu saudara laki-laki saja: Mengambil sisa harta atau seluruh harta jika tidak ada ahli waris lain.

Catatan penting, saudara kandung lebih utama daripada saudara seayah. Kalau ada saudara kandung, saudara seayah tidak dapat warisan.

2.Saudara Seibu

Saudara seibu punya aturan berbeda yang tertulis di Surah An-Nisa ayat 12. Mereka hanya dapat warisan jika pewaris kalalah (tidak punya anak dan ayah).

  1. Satu saudara: Baik laki-laki atau perempuan, masing-masing dapat seperenam (1/6).
  2. Dua saudara atau lebih: Mereka berbagi sama rata dalam sepertiga (1/3).

Untuk saudara seibu, bagian laki-laki dan perempuan sama rata, beda dengan saudara kandung atau seayah yang pakai rumus 2:1.

Perhitungan Waris Tanpa Anak

Supaya lebih jelas, mari kita lihat beberapa contoh kasus pembagian warisan tanpa anak.

1.Ahli Waris Istri, Ibu, dan Saudara Laki-laki Kandung

Seorang pria meninggal tanpa anak. Ahli warisnya adalah istri, ibu, dan satu saudara laki-laki kandung. Ayahnya sudah meninggal.

  • Istri: Dapat 1/4 (karena tidak ada anak).
  • Ibu: Dapat 1/3 (karena tidak ada anak dan hanya satu saudara).
  • Saudara laki-laki kandung: Mendapat sisa harta.

Perhitungan:

  • Istri: 1/4 dari 12 = 3 bagian.
  • Ibu: 1/3 dari 12 = 4 bagian.
  • Sisa: 12 – (3 + 4) = 5 bagian (untuk saudara laki-laki).

2.Ahli Waris Suami, Ibu, Ayah (Gharawain)

Seorang wanita meninggal tanpa anak. Ahli warisnya adalah suami, ibu, dan ayah.

  • Suami: Dapat 1/2.
  • Ibu: Dapat 1/3 dari sisa (bukan dari total).
  • Ayah: Mendapat sisa terakhir.

Perhitungan:

  • Suami: 1/2 dari 6 = 3 bagian.
  • Sisa setelah suami: 3 bagian.
  • Ibu: 1/3 dari 3 = 1 bagian.
  • Ayah: 3 – 1 = 2 bagian.

Dari sini terlihat ayah mendapat dua kali lebih banyak dibanding ibu.

3.Ahli Wariis Saudara Perempuan Kandung dan Saudara Seibu

Seseorang meninggal kalalah (tidak punya anak, ayah, dan ibu). Meninggalkan satu saudara perempuan kandung dan dua saudara seibu.

  • Saudara perempuan kandung: Dapat 1/2 bagian.
  • Dua saudara seibu: Dapat 1/3 bagian dibagi rata.
  • Sisa: Jika ada, bisa dikembalikan (radd) atau diberikan ke ashabah lain kalau ada.

Perhitungan:

  • Saudara perempuan kandung: 1/2 dari 6 = 3 bagian.
  • Dua saudara seibu: 1/3 dari 6 = 2 bagian.
  • Sisa: 1 bagian (jika tidak ada ahli waris lain, ini dibahas lebih lanjut dalam kasus radd).

Pentingnya Mencatat dan Menyegerakan Pembagian Waris

Seringkali, keterlambatan pembagian warisan menyebabkan konflik dalam keluarga, apalagi kalau tidak ada anak. Banyak yang bingung siapa saja yang berhak menerima warisan.

Karena itu, dalam Islam, pembagian warisan dianjurkan dilakukan setelah pengurusan jenazah dan membayar utang-wasiat pewaris. Dengan cara ini, setiap ahli waris mendapat haknya dan keluarga terhindar dari pertikaian.

Karena perhitungannya cukup rumit – apalagi kalau ada kalalah atau masalah Gharawain – sebaiknya keluarga meminta bantuan ulama atau ahli waris yang paham. Kini sudah ada aplikasi kalkulator waris, tapi pengecekan manual oleh ahli tetap penting supaya sah menurut agama.

Kesimpulan

Walaupun tidak ada anak, pembagian warisan dalam Islam tetap berjalan. Aturan kalalah sudah diatur secara lengkap dan adil. Fokus penerima waris berpindah ke pasangan, orang tua, dan saudara.

Memahami siapa ahli waris yang terhalang dan siapa yang berhak menerima bagian pasti atau sisa adalah kunci. Keadilan dalam warisan bukan berarti pembagian sama rata, tapi proporsional sesuai tanggung jawab dan hubungan keluarga.

Melaksanakan hukum waris sesuai syariat berarti menunaikan kewajiban agama sekaligus menjaga hubungan kekeluargaan supaya tidak rusak hanya karena urusan harta.

Referensi:

  • Al-Qur’an Surah An-Nisa Ayat 11, 12, dan 176. (https://quran.com/4)
  • Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia, Pasal 176-185.
  • Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr).
  • Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5 (Materi Mawaris).

Penulis