“Tidak menafkahi istri adalah pelanggaran tanggung jawab suami menurut hukum Islam. Nafkah mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Jika istri tidak dinafkahi tanpa alasan sah, suami dianggap lalai menjalankan kewajibannya, yang dapat mengakibatkan konsekuensi hukum atau perceraian.”

Pernikahan dalam Islam bukan hanya ikatan spiritual, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Salah satu kewajiban fundamental yang harus dipenuhi suami adalah memberikan nafkah kepada istri. Namun, apa yang terjadi ketika suami tidak menunaikan kewajiban ini?
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang hukum tidak menafkahi istri dalam perspektif Islam dan hukum Indonesia. Anda akan memahami kewajiban suami dalam memberikan nafkah, konsekuensi hukum jika tidak dipenuhi, serta langkah-langkah yang dapat ditempuh istri untuk menuntut haknya.
Kewajiban Suami Memberikan Nafkah dalam Islam
Dasar Hukum dari Al-Qur’an dan Hadis
Islam dengan tegas mewajibkan suami untuk memberikan nafkah kepada istri. Kewajiban ini bukan sekadar anjuran, melainkan perintah yang harus dilaksanakan tanpa terkecuali. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233 menjadi landasan utama kewajiban ini, yang menekankan bahwa ayah berkewajiban memberikan nafkah dan pakaian kepada keluarganya dengan cara yang ma’ruf.
Hadis riwayat Muslim juga memperkuat kewajiban ini dengan menegaskan bahwa suami wajib memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah SAW bersabda kepada Hind binti Utbah: “Ambillah apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.”
Jenis-Jenis Nafkah yang Wajib Diberikan
Nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri terbagi menjadi dua kategori utama:
1. Nafkah Lahiriah
- Kebutuhan pokok makanan sehari-hari
- Pakaian yang layak dan sesuai dengan kondisi cuaca
- Tempat tinggal yang aman dan layak huni
- Biaya kesehatan dan pengobatan
- Kebutuhan rumah tangga lainnya
2. Nafkah Batiniah
- Memberikan perhatian dan kasih sayang
- Memenuhi kebutuhan biologis istri
- Memberikan rasa aman dan perlindungan
- Perlakuan yang baik dan sopan
Hukum Suami yang Tidak Memberikan Nafkah
Status Hukum dalam Islam
Suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri tanpa alasan yang dibenarkan syariat melakukan perbuatan yang haram dan berdosa besar. Hal ini karena ia telah mengabaikan kewajiban yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dosa yang ditanggung suami akan terus berlanjut selama ia tidak menunaikan kewajibannya. Bahkan, dalam beberapa pandangan ulama, suami yang sengaja tidak memberikan nafkah dapat dikategorikan sebagai orang yang zalim terhadap keluarganya.
Kondisi yang Membebaskan Kewajiban Nafkah
Meskipun kewajiban nafkah bersifat mutlak, terdapat beberapa kondisi yang dapat membebaskan suami dari kewajiban ini:
- Istri nusyuz (durhaka) tanpa alasan yang benar
- Suami benar-benar tidak memiliki kemampuan finansial
- Istri meninggalkan rumah tanpa izin suami tanpa alasan syar’i
- Istri menolak hubungan suami istri tanpa alasan yang dibenarkan
Hak-Hak Istri Ketika Tidak Dinafkahi
1. Hak Menuntut Nafkah
Istri memiliki hak penuh untuk menuntut nafkah dari suaminya. Hak ini tidak dapat digugurkan oleh alasan apapun, selama istri telah menunaikan kewajibannya sebagai istri. Penuntutan ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pendekatan kekeluargaan hingga jalur hukum formal.
2. Hak Mengambil Harta Suami Secara Ma’ruf
Berdasarkan hadis Hind binti Utbah, istri berhak mengambil dari harta suami untuk memenuhi kebutuhan diri dan anaknya jika suami tidak memberikan nafkah yang cukup. Pengambilan ini harus dilakukan secara ma’ruf (patut) dan sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Prinsip ma’ruf dalam hal ini berarti:
- Mengambil sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan
- Tidak berlebih-lebihan dalam pengambilan
- Dilakukan dengan cara yang tidak merugikan suami secara berlebihan
- Tetap dalam koridor yang dibenarkan syariat
Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh Istri Jika Tidak Dinafkahi
1. Mediasi Keluarga
Langkah pertama yang sebaiknya ditempuh adalah mediasi melalui keluarga besar. Melibatkan orang tua, saudara, atau tokoh yang dihormati kedua belah pihak dapat membantu menyelesaikan masalah tanpa harus ke jalur hukum formal.
2. Pengajuan Gugatan Nafkah di Pengadilan Agama
Jika mediasi keluarga tidak berhasil, istri dapat mengajukan gugatan nafkah di Pengadilan Agama. Gugatan ini dapat berupa:
- Gugatan nafkah istri
- Gugatan nafkah anak
- Gugatan nafkah istri dan anak sekaligus
Pengadilan akan mempertimbangkan kemampuan finansial suami dan kebutuhan wajar istri serta anak-anak.
3. Penuntutan Pidana Berdasarkan UU PKDRT
Dalam kasus yang lebih serius, istri dapat menuntut suami secara pidana berdasarkan Pasal 49 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pasal ini mengatur sanksi pidana bagi suami yang menelantarkan istri.
Sanksi Hukum bagi Suami yang Tidak Menafkahi Istri
1. Sanksi dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, suami yang tidak memberikan nafkah dapat dikenai sanksi berupa:
- Dosa yang terus berlanjut
- Kewajiban membayar nafkah yang tertunggak
- Kemungkinan dipaksa oleh penguasa untuk memenuhi kewajiban
- Dalam kondisi tertentu, dapat menjadi alasan istri meminta cerai
2. Sanksi dalam Hukum Indonesia
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, suami yang menelantarkan istri dapat dikenai sanksi:
- Pidana penjara paling lama 3 tahun
- Denda paling banyak Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah)
- Atau kedua sanksi tersebut sekaligus
Penelantaran dalam hal ini termasuk tidak memberikan nafkah yang layak sesuai dengan kemampuan suami.
Kesimpulan
Mengelola keuangan keluarga dengan bijak merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran. Dengan menyusun anggaran, mengatur prioritas, dan menyediakan dana darurat, keluarga dapat menghadapi tantangan finansial dengan lebih baik. Selain itu, mencari bimbingan dari para ahli atau konsultan yang terpercaya juga dapat membantu menemukan solusi dalam situasi yang sulit. Kerja sama yang erat dan komunikasi yang baik antara anggota keluarga adalah kunci untuk mencapai stabilitas dan kesejahteraan.