
Perjanjian pasca nikah, atau postnuptial agreement, sekarang mulai banyak dikenal oleh masyarakat. Ini adalah kontrak yang dibuat oleh suami dan istri setelah mereka menikah. Dalam perjanjian ini, suami istri mengatur hak dan kewajiban mengenai harta mereka selama pernikahan. Walaupun perjanjian pasca nikah belum sepopuler perjanjian pra nikah (prenuptial agreement), penting untuk memahaminya, apalagi bagi pasangan yang ingin mengatur aset secara jelas dan rapi.
Adanya perjanjian ini sering dianggap sebagai cara untuk berjaga-jaga dari kemungkinan yang mungkin terjadi di masa depan. Misalnya, jika salah satu pasangan memiliki usaha yang berisiko. Dengan perjanjian pasca nikah, harta pribadi pasangan yang lain bisa dilindungi dari kerugian bisnis. Selain itu, perjanjian ini juga memberi kepastian hukum soal pembagian harta jika terjadi perceraian, jadi bisa mengurangi konflik.
Artikel ini akan membahas lebih jauh tentang perjanjian pasca nikah di Indonesia. Mulai dari dasar hukum, manfaat, syarat dan cara membuatnya, sampai perbedaannya dengan perjanjian pra nikah. Dengan informasi ini, pasangan diharapkan bisa memutuskan apakah mereka butuh perjanjian pasca nikah atau tidak.
Dasar Hukum Perjanjian Pasca Nikah
Di Indonesia, perjanjian pasca nikah diatur oleh hukum. Awalnya, aturan hukum hanya membolehkan perjanjian seperti ini dibuat sebelum menikah. Namun, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi, aturannya berubah.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015
Perubahan besar mengenai perjanjian pasca nikah datang dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Putusan ini meninjau Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebelum putusan ini, Pasal 29 ayat (1) hanya membolehkan perjanjian perkawinan dibuat sebelum atau saat menikah.
Namun Mahkamah Konstitusi menilai aturan ini tidak adil untuk pasangan suami istri. Menurut MK, suami istri juga berhak mengatur harta mereka selama menikah. Akhirnya, MK memperluas arti Pasal 29 ayat (1) menjadi:
“Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
Putusan ini berarti, sekarang perjanjian perkawinan boleh dibuat juga setelah menikah. Jadi, kekuatan hukum perjanjian pasca nikah sama dengan perjanjian pra nikah.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Setelah ada putusan MK, aturan utama tetap mengacu ke UU Perkawinan. Pasal-pasal penting di UU ini, misalnya:
- Pasal 29: Mengatur bahwa perjanjian perkawinan tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama, atau norma kesusilaan. Perjanjian harus tertulis dan disahkan notaris agar sah di mata hukum.
- Pasal 35: Menjelaskan soal harta bersama dan harta bawaan. Jika tidak ada perjanjian, semua harta yang didapat saat menikah jadi harta bersama. Sedangkan harta sebelum menikah tetap jadi milik pribadi masing-masing.
Dengan perjanjian pasca nikah, pasangan bisa memilih untuk memisahkan harta, baik sebagian ataupun seluruh harta yang didapat selama menikah.
Manfaat Membuat Perjanjian Pasca Nikah
Perjanjian pasca nikah punya beberapa manfaat penting untuk pasangan, bukan hanya soal keuangan, tapi juga perlindungan hukum dan kejelasan dalam hubungan.
1. Melindungi Aset dari Risiko Bisnis
Bagi pasangan yang salah satunya menjalankan usaha, risiko bisnis selalu ada. Jika bisnis rugi atau bangkrut, utang usaha bisa menyentuh harta bersama. Dengan perjanjian pasca nikah yang memisahkan harta, aset pribadi pasangan yang tidak ikut bisnis akan aman. Jadi, kreditur tidak bisa menagih utang dari harta pribadi pasangan tersebut.
2. Kepastian Hukum Pembagian Harta Saat Bercerai
Konflik soal pembagian harta saat perceraian sering jadi masalah. Dengan perjanjian pasca nikah, sudah jelas bagaimana aset dibagikan kalau suatu saat bercerai. Ini membuat proses perceraian lebih cepat dan mengurangi beban emosi dan biaya.
3. Kejelasan Pengelolaan Keuangan
Perjanjian ini membantu pasangan lebih terbuka soal keuangan. Misalnya, mengatur bagaimana pendapatan digunakan, siapa yang bertanggung jawab pada utang, dan bagaimana aset dikelola. Kejelasan ini membuat keuangan keluarga lebih sehat dan mengurangi masalah akibat uang.
4. Perlindungan Harta Warisan atau Bawaan
Harta warisan maupun hibah biasanya adalah harta pribadi, tapi kadang bisa bercampur dengan harta bersama. Perjanjian pasca nikah bisa menegaskan harta itu tetap milik pribadi, sehingga tetap berada dalam keluarga.
Syarat dan Prosedur Membuat Perjanjian
Agar perjanjian pasca nikah sah, ada syarat dan langkah-langkah yang harus dipenuhi.
Syarat Membuat Perjanjian
- Persetujuan Bersama: Perjanjian harus dibuat berdasarkan kesepakatan bersama, tanpa paksaan atau penipuan.
- Tertulis: Harus dibuat dalam bentuk akta asli yang dibuat notaris.
- Tidak Melanggar Aturan: Isi perjanjian tak boleh bertentangan dengan hukum, agama, atau norma lain. Contohnya, perjanjian tidak boleh mengurangi kewajiban nafkah untuk istri atau anak.
- Tidak Merugikan Pihak Ketiga: Perjanjian tidak boleh dibuat supaya bisa lari dari utang atau merugikan kreditur.
Cara Membuat Perjanjian
Berikut langkah-langkah membuat perjanjian pasca nikah:
- Konsultasi dengan Notaris: Pasangan berkonsultasi dengan notaris untuk membahas isi perjanjian. Notaris akan memberikan saran hukum dan membantu membuat isi perjanjian sesuai keinginan dan hukum.
- Mengumpulkan Dokumen: Dokumen yang perlu disiapkan antara lain KTP, Kartu Keluarga (KK), dan buku nikah.
- Menyusun Draf Perjanjian: Notaris membuat draf perjanjian berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan. Isi draf biasanya berisi pembagian harta atau aturan lain sesuai kesepakatan.
- Menandatangani Akta: Setelah draf disetujui, pasangan menandatangani akta perjanjian di depan notaris dan dua saksi.
- Pencatatan di KUA atau Disdukcapil: Supaya sah dan berlaku bagi pihak ketiga, akta perjanjian harus dicatatkan ke KUA (untuk Muslim) atau Disdukcapil (untuk non-Muslim).
Perbedaan dengan Perjanjian Pra Nikah
Walaupun fungsinya mirip, ada beberapa perbedaan antara perjanjian pasca nikah dan pra nikah.
| Aspek | Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial) | Perjanjian Pasca Nikah (Postnuptial) |
|---|---|---|
| Waktu Pembuatan | Dibuat sebelum menikah. | Dibuat setelah resmi menikah. |
| Aset yang Diatur | Mengatur pemisahan harta yang akan didapat selama menikah. | Mengatur pemisahan harta bersama yang sudah ada dan yang akan didapat di masa depan. |
| Konteks Pembuatan | Dibuat untuk berjaga-jaga sebelum menikah. | Biasanya dibuat karena ada perubahan situasi, misal salah satu mulai usaha yang berisiko. |
| Keberlakuan | Berlaku sejak hari pernikahan. | Berlaku sejak hari perjanjian itu ditandatangani dan dicatatkan. |
Menuju Kepastian Hukum dalam Perkawinan
Perjanjian pasca nikah bukan berarti tidak percaya pasangan atau pesimis soal pernikahan. Sebaliknya, ini adalah wujud perencanaan keuangan yang matang dan bentuk tanggung jawab untuk mengelola harta. Dengan adanya aturan hukum yang jelas dari Mahkamah Konstitusi, sekarang pasangan punya pilihan dan perlindungan hukum lebih baik soal aset mereka.
Dengan perjanjian ini, pasangan bisa lebih terbuka, meminimalkan konflik, dan mendapatkan perlindungan hukum yang kuat. Jadi, kalau kamu dan pasangan ingin mengatur harta setelah menikah, perjanjian pasca nikah adalah solusi yang sah dan aman.
Kalau kamu dan pasangan tertarik membuat perjanjian ini, sebaiknya konsultasi dulu ke notaris yang berpengalaman. Dengan begitu, perjanjian yang dibuat akan sesuai keinginan, sah, dan berlaku secara hukum.
Referensi
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.
- Hukum Online. (2021). Seluk Beluk Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan MK. https://www.hukumonline.com/klinik/a/seluk-beluk-perjanjian-perkawinan-pasca-putusan-mk-lt56a88b25be91a/