
Table of Contents
Dalam praktik hukum pidana di Indonesia, Pasal 335 KUHP sering menjadi topik yang banyak diperbincangkan. Pasal ini sebelumnya mengatur mengenai perbuatan tidak menyenangkan, yang menuai kontroversi karena kerap dianggap multitafsir dan berpotensi disalahgunakan. Dalam artikel ini, kita akan membahas perjalanan pasal ini dari sejarah, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), hingga kondisinya saat ini setelah revisi. Kami juga akan menggali alternatif hukum setelah penghapusan frasa “perbuatan tidak menyenangkan.”
Pasal 335 KUHP Perbuatan Tidak Menyenangkan (Sebelum Revisi)
Pasal 335 KUHP sebelum revisi berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain ataupun perlakuan yang tidak menyenangkan, diancam karena perbuatan memaksa dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Penafsiran terhadap frasa “perlakuan yang tidak menyenangkan” menjadi sangat umum dan subjektif. Hal ini memicu kritik dari berbagai pihak, terutama karena pasal ini sering kali digunakan dalam kasus dengan landasan bukti yang lemah atau dugaan motif tertentu. Bahkan, banyak pihak berpendapat bahwa frasa ini bertentangan dengan prinsip kepastian hukum (legal certainty) yang seharusnya jelas dan tidak multitafsir.
Selain itu, pasal ini sering kali dimanfaatkan untuk perkara-perkara perdata yang tidak semestinya masuk ke ranah pidana, sehingga dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan hukum.
Putusan MK dan Penghapusan Frasa Perbuatan Tidak Menyenangkan
Dalam sidang uji materi yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), banyak argumen hukum disampaikan terkait multitafsirnya frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini selama bertahun-tahun menuai kritik karena dianggap memiliki potensi besar untuk disalahgunakan dalam penegakan hukum, terutama dalam kasus-kasus yang seharusnya tidak masuk kategori pidana. Setelah mempertimbangkan berbagai argumen serta dampak negatif dari pasal ini, MK dalam Putusan Nomor 1/PUU-XI/2013 akhirnya memutuskan bahwa frasa “perbuatan tidak menyenangkan” harus dihapuskan dari Pasal 335 KUHP.
Alasan yang Melatarbelakangi Keputusan Ini:
- Melanggar Prinsip Kepastian Hukum: Frasa ini dianggap terlalu subjektif dan tidak memiliki batasan yang jelas. Hal ini berdampak pada ketidakpastian hukum, di mana interpretasi pasal tersebut sangat bergantung pada pandangan individu atau penegak hukum, sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan dalam penerapannya.
- Potensi Penyalahgunaan oleh Pihak Tertentu: Multitafsir pada kata “tidak menyenangkan” menjadikan pasal ini rawan digunakan untuk mempidanakan perbuatan yang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori tindakan kriminal. Banyak kasus menunjukkan bahwa pasal ini sering dijadikan alat oleh pihak-pihak tertentu untuk menekan atau mengkriminalisasi individu demi kepentingan pribadi atau kelompok.
- Bertentangan dengan Hak Kebebasan Individu: Mahkamah menilai bahwa keberadaan frasa ini dalam KUHP bertentangan dengan prinsip kebebasan individu yang dijamin oleh konstitusi. Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berekspresi dan bertindak, selama tidak melanggar hukum secara jelas. Frasa “tidak menyenangkan” justru menciptakan ancaman bagi kebebasan tersebut karena sifatnya yang terlalu luas dan ambigu.
Dampak dari Putusan MK
Dengan dikeluarkannya putusan ini, Pasal 335 KUHP kehilangan salah satu elemen penting yang sebelumnya dianggap mendasar. Kini, pasal tersebut tidak lagi dapat digunakan untuk menjerat tindakan yang sebelumnya dianggap sebagai “perbuatan tidak menyenangkan.” Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia, di mana aturan yang digunakan harus lebih jelas, obyektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Putusan ini juga menjadi tonggak penting dalam reformasi hukum di Indonesia, menunjukkan bahwa regulasi yang multitafsir tidak lagi dapat dipertahankan. Meskipun demikian, penghapusan frasa ini juga menuntut adanya perangkat hukum lain yang lebih spesifik dan seimbang untuk mengatur perilaku yang benar-benar merugikan masyarakat tanpa melanggar hak kebebasan individu.
Pasal 335 KUHP Setelah Putusan MK
Setelah frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Pasal 335 KUHP kini lebih terfokus pada tindak pidana pemaksaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan secara melawan hukum. Perubahan ini memberikan kejelasan hukum dan menghilangkan multitafsir yang sebelumnya kerap menjadi sumber perdebatan.
Berikut adalah interpretasi Pasal 335 KUHP yang berlaku setelah putusan MK:
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, diancam karena perbuatan memaksa dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Pemangkasan ini membawa sejumlah implikasi penting:
- Memperkecil Ruang Multitafsir: Dengan dihapusnya frasa “perbuatan tidak menyenangkan,” pasal ini tidak lagi bisa digunakan untuk menjerat tindakan yang bersifat subjektif. Tindakan pemaksaan kini harus berkaitan langsung dengan elemen kekerasan atau ancaman kekerasan, sehingga lebih sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pidana.
- Penyederhanaan Proses Hukum: Penghapusan kalimat multitafsir ini membantu menyederhanakan proses hukum. Gugatan yang tidak relevan dengan tindak pidana kekerasan tidak lagi dapat disangkutpautkan dengan pasal ini, mengurangi penyalahgunaan pasal untuk kasus yang kurang tepat.
- Melindungi Hak Warga Negara: Perubahan ini juga memberikan perlindungan lebih terhadap kebebasan individu, karena kini hanya tindakan yang secara jelas melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat dikenakan pasal ini.
Dengan berlakunya interpretasi baru ini, diharapkan Pasal 335 KUHP dapat lebih efektif diterapkan tanpa melanggar prinsip keadilan dan kepastian hukum. Hal ini juga mendorong aparat penegak hukum untuk lebih selektif dan objektif dalam menangani kasus yang berkaitan dengan pasal ini.
Alternatif Undang-Undang Setelah Penghapusan Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan
Dengan dihapusnya frasa multitafsir tersebut, masyarakat dan penegak hukum perlu mencari alternatif hukum sesuai dengan kasus yang dihadapi. Beberapa alternatif yang relevan antara lain:
- Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan
Dalam beberapa situasi yang sebelumnya mungkin dikenakan Pasal 335 KUHP, pihak pelapor dapat mempertimbangkan Pasal 368 KUHP jika terdapat unsur pemaksaan disertai kekerasan dan ancaman kekerasan untuk memperoleh suatu keuntungan.
- Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik
Untuk kasus yang terkait dengan dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik (tanpa kekerasan), Pasal 310 KUHP dapat diterapkan.
- Hukum Perdata
Banyak klaim yang sebelumnya diregulasi oleh Pasal 335 KUHP sebenarnya lebih tepat diselesaikan melalui ranah perdata, seperti Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum. Misalnya, jika kasus menyangkut pelanggaran hak individu yang sifatnya non-kriminal, jalur gugatan perdata lebih relevan.
- Penggunaan UU ITE
Dalam kasus yang melibatkan pelanggaran melalui media elektronik atau digital, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dapat digunakan, walaupun implementasinya juga harus memenuhi unsur kejelasan hukum.
- Mediasi sebagai Resolusi Konflik Alternatif
Tidak semua kasus perlu dibawa ke ranah hukum. Peran mediasi dan musyawarah mungkin menjadi pilihan yang lebih efektif untuk menyelesaikan perselisihan secara damai, terutama dalam masyarakat dengan komunitas yang erat.
Akhir Kata
Dengan adanya perubahan pada Pasal 335 KUHP, masyarakat dan penegak hukum sekarang menghadapi lingkungan hukum yang lebih jelas dan minim multitafsir. Penghapusan frasa multitafsir seperti “perbuatan tidak menyenangkan” menunjukkan bahwa sistem hukum terus berupaya menciptakan kepastian hukum yang lebih baik. Namun, untuk memastikan implementasi yang sesuai, proses sosialisasi atas perubahan ini harus terus dilakukan secara menyeluruh agar pemahaman publik dan praktik hukum tetap sejalan.
Jika Anda menghadapi situasi yang melibatkan Pasal 335 KUHP atau membutuhkan nasihat hukum, penting untuk berkonsultasi segera dengan praktisi hukum profesional yang kompeten agar mendapatkan jalur hukum yang tepat.
Butuh Jasa Hukum? Hubungi Kami Sekarang!
