Lompat ke konten
Beranda » News » Prosedur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi

Prosedur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi

7 Prosedur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga penting di sistem hukum Indonesia yang bertugas menjaga agar konstitusi tetap dihormati. Salah satu tugas utamanya adalah melakukan judicial review atau menguji undang-undang yang berlaku terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dengan proses ini, masyarakat bisa menuntut hak konstitusinya jika merasa dirugikan oleh sebuah undang-undang. Namun, bagi kebanyakan orang, langkah-langkah beracara di MK sering terlihat rumit dan penuh istilah yang sulit dimengerti.

Lewat artikel ini, kami akan menjelaskan dengan bahasa sederhana tentang bagaimana proses judicial review dijalankan. Penjelasan akan dimulai dari bagaimana cara mengajukan permohonan sampai keputusan akhir diberikan. Dengan memahami proses ini, diharapkan masyarakat lebih sadar dan tahu cara membela hak konstitusionalnya. Mengetahui hukum itu penting supaya keadilan bisa benar-benar dirasakan semua orang.

Ayo, kita pelajari bersama langkah demi langkah prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi.

Pengertian Judicial Review

Sebelum masuk ke cara kerja prosedurnya, kita perlu tahu dulu apa itu judicial review. Singkatnya, judicial review adalah cara pengadilan untuk mengawasi aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah.

Di Indonesia, MK punya wewenang untuk menilai apakah sebuah Undang-Undang (UU) sesuai atau melanggar UUD 1945. Kalau ternyata bertentangan, UU itu bisa dibatalkan dan tidak berlaku lagi.

Dua Jenis Pengujian

Ada dua jenis pengujian yang bisa diajukan ke MK oleh pemohon.

  1. Pengujian Formil: Terkait cara atau proses pembentukan undang-undang. Biasanya yang dipermasalahkan adalah tahapan pembuatan UU yang tidak sesuai aturan.
  2. Pengujian Materiil: Terkait isi atau materi undang-undang itu sendiri. Pemohon merasa ada pasal atau bagian dalam UU yang melanggar UUD 1945.

Mengetahui perbedaan ini penting karena akan mempengaruhi jenis alasan hukum yang harus dibuat dalam pengajuan permohonan.

Siapa yang Memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing)?

Tidak semua orang bisa langsung mengajukan permohonan ke MK. Pemohon harus membuktikan kalau dirinya punya kedudukan hukum atau legal standing.

Syarat utama untuk legal standing adalah adanya kerugian hak konstitusional. Kerugian ini harus jelas, nyata, atau setidaknya sangat mungkin terjadi menurut logika. Selain itu, harus ada hubungan sebab-akibat artinya, kerugian yang dialami memang karena berlakunya undang-undang yang ingin diuji.

Pihak yang Dapat Menjadi Pemohon

Menurut aturan Mahkamah Konstitusi (PMK), berikut ini pihak yang bisa mengajukan permohonan:

  • Perorangan Warga Negara Indonesia: Harus bisa membuktikan identitasnya dengan dokumen resmi.
  • Kesatuan Masyarakat Hukum Adat: Sepanjang masih ada dan sesuai dengan perkembangan zaman serta nilai-nilai NKRI.
  • Badan Hukum Publik atau Privat: Lembaga atau organisasi yang diakui sebagai badan hukum.
  • Lembaga Negara: Lembaga yang ditetapkan kewenangannya dalam UUD 1945.

Jika tidak memenuhi syarat di atas, permohonan bisa saja langsung ditolak oleh hakim MK karena tidak sah.

1. Pengajuan Permohonan

Langkah pertama dalam judicial review adalah mengajukan permohonan ke MK. Permohonan ini dibuat secara tertulis dan dalam Bahasa Indonesia.

Pemohon atau kuasanya bisa menyerahkan dokumen permohonan langsung ke gedung MK di Jakarta. Bagi yang tidak bisa datang langsung, MK juga menyediakan layanan pendaftaran secara online lewat aplikasi bernama Simpel (Sistem Informasi Permohonan Elektronik).

Kelengkapan Berkas

Permohonan yang diajukan harus memuat beberapa hal penting, misalnya:

  • Identitas Pemohon: Nama, alamat, pekerjaan, dan data pribadi lainnya.
  • Penjelasan Wewenang MK: Menyatakan bahwa masalah yang diajukan memang menjadi kewenangan MK.
  • Penjelasan Kedudukan Hukum: Menjelaskan kerugian konstitusional yang dialami.
  • Alasan Permohonan (posita): Alasan hukum mengapa UU yang diuji dianggap melanggar UUD 1945.
  • Isi Tuntutan (petitum): Permintaan keputusan apa yang ingin didapatkan dari Mahkamah.

Selain permohonan tertulis, pemohon harus melampirkan bukti awal, minimal berupa salinan identitas diri dan salinan UU yang akan diuji.

2.Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi

Setelah permohonan diterima, petugas MK akan memeriksa kelengkapan dokumen secara administratif. Tahap ini penting untuk memastikan semua persyaratan formal sudah terpenuhi.

Petugas akan mengecek apakah format permohonan benar, dan apakah dokumen dan bukti yang dibutuhkan sudah lengkap.

Perbaikan Permohonan

Jika ada kekurangan, petugas akan memberitahu pemohon untuk segera melengkapi. Biasanya ada waktu sekitar 7 hari kerja untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Kalau sampai batas waktu ini berkas tidak juga dilengkapi, permohonan bisa saja tidak didaftarkan.

Tapi jika semua sudah lengkap, permohonan akan dicatat ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Ini menandai bahwa perkara sudah resmi masuk ke proses pengadilan di MK. Selanjutnya, pemohon akan menerima Akta Registrasi Perkara Konstitusi.

3.Penjadwalan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan

Setelah terdaftar, Mahkamah akan menentukan hakim-hakim yang menangani kasus tersebut. Biasanya ada tiga orang hakim dalam panel ini.

Sidang pertama yang akan dilakukan adalah Sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Tujuan sidang ini bukan untuk langsung membuat keputusan, tetapi untuk mengecek kesiapan permohonan.

Agenda Sidang Pendahuluan

Dalam sidang ini, Hakim Panel akan:

  1. Memeriksa kelengkapan syarat formal: Mengecek lagi legal standing dan kejelasan apa yang diminta.
  2. Memberikan nasihat: Hakim berhak memberi saran pada pemohon agar permohonan jadi lebih baik.
  3. Klarifikasi materi: Jika ada bagian yang kurang jelas, hakim bisa meminta penjelasan lebih lanjut.

Nasihat hakim sangat berguna untuk pemohon, supaya permohonan makin kuat. Setelah itu, pemohon bisa memperbaiki permohonan sesuai saran hakim, biasanya diberikan waktu sampai 14 hari.

4.Sidang Pemeriksaan Persidangan (Pleno)

Kalau permohonan dinilai sudah layak, maka akan berlanjut ke Sidang Pleno. Sidang ini dihadiri oleh seluruh hakim MK, minimal tujuh orang.

Sidang Pleno terbuka untuk umum dan di sini semua argumen dari para pihak diuji lebih detail.

Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait

Dalam pengujian undang-undang, MK harus mendengarkan keterangan dari pihak yang membuat UU, yaitu Presiden (diwakili pemerintah atau kementerian terkait) dan DPR.

Keterangan seperti ini penting untuk mengetahui tujuan utama dibuatnya UU tersebut. Selain itu, MK juga bisa mendengarkan keterangan pihak lain yang punya kepentingan langsung pada UU yang diuji.

Pembuktian dan Ahli

Pemohon wajib menghadirkan bukti agar hakim yakin. Bentuk bukti bisa berupa:

  • Surat atau dokumen.
  • Keterangan saksi.
  • Keterangan ahli.
  • Keterangan para pihak.
  • Petunjuk atau informasi elektronik lain.

Keterangan dari para ahli, seperti ahli hukum tata negara atau bidang lainnya, sangat penting supaya hakim mendapatkan pandangan yang objektif. Para ahli bisa menjelaskan dengan bahasa akademis tentang poin-poin yang diuji.

5.Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)

Setelah semua sidang selesai, para hakim akan rapat secara tertutup dan rahasia untuk membahas hasil pemeriksaan.

Di sini, mereka akan berdiskusi, bertukar pendapat, dan mengambil keputusan berdasarkan semua fakta, bukti, dan keterangan yang didapat selama sidang.

Pengambilan Putusan

Setiap hakim wajib menuliskan pendapat hukumnya (legal opinion). Putusan biasanya diambil dengan musyawarah untuk mufakat.

Kalau mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil lewat suara terbanyak. Dalam putusan MK, pendapat yang berbeda (dissenting opinion) atau tambahan alasan (concurring opinion) dari hakim juga akan dicantumkan sebagai bentuk transparansi.

6.Pembacaan Putusan

Tahap terakhir adalah sidang pembacaan putusan, yang dilakukan dalam Sidang Pleno MK secara terbuka.

Keputusan MK sifatnya final and binding, artinya tidak bisa dikasasi atau dibatalkan oleh pengadilan manapun. Keputusan itu langsung berlaku sejak dibacakan.

Jenis-Jenis Amar Putusan

MK bisa mengeluarkan beberapa jenis putusan:

  1. Permohonan Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard): Jika pemohon tidak punya legal standing atau tidak memenuhi syarat formal.
  2. Permohonan Ditolak: Jika alasan permohonan tidak kuat menurut hukum. UU yang diuji tetap dinyatakan konstitusional.
  3. Permohonan Dikabulkan: Jika alasan pemohon kuat menurut hukum. Bagian dari UU yang diuji dinyatakan melanggar UUD 1945.

Kalau permohonan dikabulkan, bagian UU yang diuji tidak berlaku lagi. Putusan ini akan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Prinsip Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

MK berkomitmen menerapkan peradilan yang cepat, mudah dipahami, dan biaya murah agar semua orang bisa mengakses keadilan.

Pengajuan perkara ke MK tidak dikenakan biaya perkara. Pemohon hanya perlu membayar pengeluaran pribadinya, seperti biaya menggandakan dokumen atau mengundang saksi/ahli.

MK juga memanfaatkan teknologi, misalnya sidang lewat video conference, agar pemohon dari luar Jakarta tetap bisa berproses dengan mudah.

Pentingnya Peran Kuasa Hukum

Walaupun pemohon boleh mengajukan permohonan sendiri, tetapi sebaiknya didampingi kuasa hukum. Prosedur di MK cukup teknis dan memerlukan pemahaman hukum.

Kuasa hukum akan membantu menyusun argumen dengan baik dan memastikan bukti-bukti yang diajukan sudah benar. Dengan bantuan hukum yang profesional, peluang permohonan dikabulkan bisa lebih besar.

Kesimpulan

Proses judicial review di MK adalah bukti nyata bahwa rakyat punya suara dalam hukum negara. Proses ini menjamin tidak ada aturan yang boleh melanggar hak-hak dasar warga negara.

Dengan memahami langkah-langkahnya sejak awal sampai akhir, kita bisa jadi warga negara yang kritis dan paham konstitusi. Ingat, konstitusi adalah aturan tertinggi yang harus dijaga bersama.

Jika Anda merasa hak konstitusional Anda dirugikan oleh suatu undang-undang, jangan ragu untuk menempuh jalur ini. MK adalah tempat terakhir yang bisa Anda andalkan untuk mendapatkan keadilan konstitusional.

Sumber Referensi:

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.
  • Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
  • Situs Resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (mkri.id).

Penulis