Dalam dunia bisnis dan hukum, perjanjian atau kontrak adalah dasar penting yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih. Setiap transaksi baik sekadar jual beli ataupun kerjasama bisnis besar berawal dari kesepakatan. Namun, pada kenyataannya, kadang-kadang ada pihak yang tidak menepati janji. Inilah yang disebut wanprestasi dalam hukum. Mengetahui soal wanprestasi sangatlah penting, bukan hanya untuk pengacara, tapi juga untuk pelaku usaha agar bisa menghindari kerugian.
Artikel ini akan membahas konsep wanprestasi secara menyeluruh. Anda akan mempelajari definisinya menurut hukum, unsur pendukung, hingga akibat hukum yang mungkin terjadi. Dengan memahami hal ini, Anda diharapkan lebih berhati-hati saat membuat maupun menjalankan perjanjian.
Definisi dan Hakikat Wanprestasi dalam Hukum Perdata
Secara sederhana, “wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda, yang artinya “prestasi yang buruk”. Dalam hukum perdata Indonesia, wanprestasi berarti kegagalan salah satu pihak untuk menepati kewajibannya sesuai dengan perjanjian.
Pengertian Menurut Para Ahli dan KUHPerdata
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah acuan utama soal wanprestasi. Pasal 1238 KUHPerdata membahas kapan seseorang dianggap lalai atau wanprestasi. Walaupun tidak dijelaskan secara detail, pasal ini mengatur cara menetapkan kelalaian debitur.
Menurut ahli hukum seperti Prof. Subekti, wanprestasi adalah kelalaian dari debitur. Debitur dianggap lalai jika ia tidak melakukan apa yang sudah dijanjikan atau malah melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Intinya, wanprestasi terjadi jika pihak yang punya kewajiban tidak melakukan tugasnya pada pihak yang berhak, baik karena lupa, sengaja, atau tanpa alasan yang jelas.
Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Orang sering bingung membedakan antara gugatan wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Perbedaannya terletak pada asal kewajibannya. Wanprestasi terjadi jika ada perjanjian terlebih dahulu, sedangkan PMH berdasarkan pelanggaran yang tidak selalu ada perjanjian.
PMH, menurut Pasal 1365 KUHPerdata, tidak butuh kontrak sebelumnya. PMH muncul karena pelanggaran terhadap hukum atau hak orang lain, meskipun tidak ada perjanjian.
Memahami perbedaan ini penting agar tidak salah dalam menggugat. Salah memilih dasar gugatan bisa membuat gugatan ditolak karena tidak jelas.
Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Wanprestasi bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Menurut hukum, ada empat bentuk utama wanprestasi. Mengenal bentuknya penting supaya bisa memilih langkah hukum yang tepat.
1. Tidak Melakukan Apa yang Dijanjikan
Bentuk ini terjadi jika debitur sama sekali tidak melaksanakan apa yang dijanjikannya. Misalnya, seorang penjual janji kirim 100 batang kayu tetapi satu batang pun tidak dikirim; ini jelas wanprestasi.
2. Melaksanakan, Tapi Tidak Sesuai dengan Kesepakatan
Terkadang, debitur memang melakukan kewajiban, tapi hasilnya tidak sesuai dengan yang disepakati. Misal, seharusnya furnitur dibuat dari kulit sapi asli, tapi yang dikirim malah dari kulit sintetis. Walaupun barang dikirim, kualitasnya tidak sesuai, sehingga tetap termasuk wanprestasi.
3. Melaksanakan Tapi Terlambat
Jika kewajiban dijalankan tapi melewati waktu yang disepakati, juga merupakan wanprestasi. Contohnya, renovasi harus selesai 1 Januari, tapi baru selesai 1 Maret. Meski pekerjaan akhirnya selesai, keterlambatan tersebut dianggap wanprestasi.
4. Melakukan Sesuatu yang Dilarang dalam Perjanjian
Bentuk ini terjadi ketika debitur justru melakukan hal yang seharusnya tidak boleh ia lakukan, sesuai larangan dalam perjanjian. Misalnya, penyewa ruko dilarang mengubah bangunan tanpa izin, tapi dia tetap melakukannya; itu termasuk wanprestasi.
Unsur-Unsur Terjadinya Wanprestasi
Seseorang tidak bisa serta-merta dituduh wanprestasi. Ada syarat-syarat hukum yang harus dipenuhi.
1. Ada Perjanjian yang Sah
Syarat utama adalah harus ada perjanjian yang sah. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua pihak, kecakapan membuat perjanjian, hal tertentu yang diperjanjikan, serta alasan yang halal. Jika tidak ada perjanjian, wanprestasi tidak bisa terjadi.
2. Ada Kelalaian atau Kesalahan
Harus ada unsur kelalaian atau kesalahan dari debitur. Artinya, debitur memang mampu dan seharusnya bisa memenuhi kewajiban, tapi tidak melakukannya.
Jika kegagalan itu karena alasan di luar kendalinya (seperti bencana alam), maka unsur ini tidak terbukti dan ia bisa bebas dari tuntutan.
3. Sudah Ditegur Lewat Somasi
Jika tidak ada waktu pasti dalam perjanjian, debitur baru dianggap wanprestasi setelah ditegur (disomasi) terlebih dahulu. Somasi adalah peringatan resmi supaya debitur segera menjalankan kewajiban. Jika masih tetap tidak memenuhi, baru dinyatakan wanprestasi. Namun bila waktu sudah ditentukan jelas, lewatnya waktu saja sudah cukup tanpa perlu somasi.
Akibat Hukum dan Sanksi bagi Pihak yang Wanprestasi
Hukum memberikan hak bagi kreditur (pihak yang dirugikan) untuk menuntut akibat hukum tertentu jika terjadi wanprestasi.
1. Membayar Ganti Kerugian
Debitur biasanya diwajibkan mengganti kerugian yang dialami kreditur. Ganti rugi biasanya terdiri dari biaya nyata, kerugian karena kerusakan barang, dan bunga atas keuntungan yang hilang. Berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi diberikan jika debitur tetap lalai setelah ditegur.
2. Pembatalan Perjanjian
Kreditur dapat menuntut agar perjanjian dibatalkan. Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban, perjanjian bisa dibatalkan lewat pengadilan, kecuali disepakati lain sebelumnya.
3. Peralihan Risiko
Setelah debitur wanprestasi, risiko atas objek perjanjian biasanya dialihkan ke pihak debitur. Jadi, kalau terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap barang tersebut, debitur yang harus bertanggung jawab.
4. Membayar Biaya Perkara
Jika kasus wanprestasi dibawa ke pengadilan dan debitur dinyatakan salah, debitur bisa diwajibkan membayar biaya perkara di pengadilan.
5. Pemenuhan Perjanjian dengan atau Tanpa Ganti Rugi
Kreditur juga bisa tetap meminta agar perjanjian dijalankan, walaupun sudah terjadi keterlambatan, ditambah ganti rugi jika ada kerugian. Hal ini biasanya terjadi jika barang atau jasa sangat penting dan tidak mudah digantikan.
Kapan Wanprestasi Tidak Berlaku?
Pihak yang dituduh wanprestasi berhak membela diri. Tidak semua kegagalan membayar atau melaksanakan kewajiban berarti otomatis harus dihukum. Ada alasan-alasan tertentu yang membuat debitur bisa terbebas.
1. Keadaan Memaksa (Force Majeure)
Debitur bisa bebas dari tanggung jawab jika ia bisa membuktikan bahwa kegagalannya karena keadaan memaksa seperti bencana alam atau kejadian tak terduga lainnya, bukan karena kelalaiannya sendiri.
2. Kelalaian Kreditur Sendiri (Exceptio Non Adimpleti Contractus)
Debitur juga bisa membela diri dengan menyatakan bahwa kreditur juga tidak menjalankan kewajibannya. Misalnya, penjual menolak mengirim barang karena pembeli belum membayar. Prinsipnya, masing-masing wajib menjalankan kewajiban sebelum menuntut pihak lain.
3. Pelepasan Hak (Rechtsverwerking)
Jika kreditur dianggap sudah melepaskan hak menuntut, debitur bisa terbebas. Contohnya, kreditur menerima barang yang terlambat tanpa keberatan apa pun. Sikap diam dan menerima barang bisa dianggap sudah memaafkan wanprestasi.
Pentingnya Klausul Wanprestasi dalam Kontrak Bisnis
Supaya lebih jelas, bagian ini menjelaskan betapa pentingnya mengatur klausul wanprestasi secara rinci dalam kontrak bisnis. Tujuannya agar jika terjadi sengketa, kedua pihak punya pegangan yang pasti.
1.Menentukan Batas Waktu Jelas
Hindari kata-kata yang tidak pasti seperti “segera” atau “wajar” dalam kontrak. Sebaiknya, tulis waktu akhir dengan jelas, misalnya “selambat-lambatnya 30 hari setelah tanda tangan kontrak”. Ini memudahkan proses pembuktian jika terjadi keterlambatan.
2.Klausul Denda Keterlambatan
Cantumkan juga klausul denda jika ada keterlambatan; misal, 1 permil per hari keterlambatan. Tujuannya agar debitur disiplin dan kreditur mudah menghitung kerugian tanpa berdebat panjang di pengadilan.
3.Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Kontrak yang baik juga mengatur bagaimana jika terjadi wanprestasi: apakah nanti diselesaikan dengan negosiasi, mediasi, arbitrase, atau langsung ke pengadilan. Hal ini sangat berpengaruh pada biaya dan waktu penyelesaian sengketa.
Kesimpulan:
Belajar tentang wanprestasi bukan berarti mencari-cari celah untuk menghukum mitra bisnis. Tujuan utamanya adalah agar perjanjian yang dibuat dijalankan dengan baik dan adil. Wanprestasi adalah alat agar janji dalam perjanjian dihormati dan dijalankan.
Rahasia agar tidak terkena masalah wanprestasi adalah menjaga itikad baik sejak awal perjanjian sampai selesai. Buat kontrak sejelas mungkin, pahami hak dan kewajiban masing-masing, dan seringlah berkomunikasi. Dengan begitu, risiko sengketa bisa diminimalkan.
Jika Anda menghadapi masalah hukum soal wanprestasi, baik sebagai penggugat maupun tergugat, sebaiknya konsultasikan ke ahli hukum. Pemeriksaan detail atas isi perjanjian dan fakta di lapangan penting untuk menentukan langkah yang paling aman demi melindungi kepentingan Anda.
Referensi Sumber:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia (Burgerlijk Wetboek).
- Subekti. (2005). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
