Cara Menagih Utang yang Efektif dan Anti Gagal
Orang yang berhutang pasti ada masalah terkait finansial dan berupaya mencari sumber pemasukan lain dengan meminjam uang ke orang yang dikenal atau meminjam ke bank. Namun yang menjadi permasalahan barunya, saat jatuh tempo pembayaran utang, pihak yang berhutang (debitur) sering menghindar atau bahkan enggan melunasi utang tersebut. Oleh sebab itu, para peminjam (kreditur) harus segera mencari cara menagih utang yang efektif.
Menagih utang kepada orang yang selalu menghindar memang mengesalkan. Tidak jarang para penagih ini kemudian menghalalkan berbagai cara, mulai dari membentak, mengancam bahkan dengan kekerasan. Cara seperti ini tentu bukanlah menjadi solusi terbaik.
Berikut adalah beberapa cara menagih utang yang efektif yang wajib harus Anda ketahui.
1. Menagih Melalui Orang Terdekat
Menagih utang sendiri sebenarnya juga memiliki landasan hukum yang sangat jelas, yaitu pasal 1754 jo.1338 jo.1319 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Karena landasan hukum inilah, sebaiknya menagih utang tidak harus dengan kekerasan. Baik itu kekerasan secara verbal maupun fisik.
Selain itu, terkadang rasa sungkan atau tidak enakan juga timbul karena takut jika hubungan kerjasama atau pertemanan menjadi rusak. Jadi butuh keberanian dan ketegasan saat menagih utang, terlebih jika Anda sedang membutuhkan uang tersebut.
Jika Anda sedang dalam posisi demikian, maka cobalah untuk meminta bantuan kepada teman yang lebih dekat dengannya alias menggunakan pihak ketiga. Anda bisa bercerita kepada temannya tersebut, bahwa sedang butuh uang untuk kebutuhan mendesak. Seperti biaya sekolah anak, membayar tagihan listrik atau yang lainnya. Dengan begitu, pihak ketiga tersebut akan menyampaikannya pada orang yang meminjam uang Anda.
2. Mendatangi Debtor Melalui Mediasi Pengacara
Debitur atau debitur adalah pihak yang berhutang dan berkewajiban membayar utangnya sesuai waktu yang ditetapkan. Dalam perjanjian utang piutang, baik itu debitur atau kreditur memiliki hak serta kewajibannya masing-masing. Agar terjalin hubungan yang baik, maka keduanya harus bisa menjalankan kewajiban sesuai apa yang telah disepakati bersama.
Dalam perjalanannya, banyak ditemukan kasus utang piutang ini merugikan salah satu pihak karena pihak lainnya tidak menjalankan kewajiban sesuai kesepakatan. Apabila hal ini terjadi, maka pihak yang dirugikan tersebut bisa melayangkan gugatan dengan didampingi pengacara sebagai ahli hukum dimana nantinya perkara ini akan diselesaikan melalui proses mediasi.
Berikut adalah dua jenis penyelesaian perkara utang piutang melalui jalur hukum yang bisa dipilih.
- Sesuai pasal 372 KUHP terkait penggelapan uang dan pasal 378 KUHP terkait penipuan, maka penggugat bisa melaporkan tergugat pada pihak yang berwajib atas tuduhan yang tercantum dalam pasal ini.
- Penggugat melayangkan gugatan perdata (wanprestasi) ke pengadilan setempat sekaligus menyertakan permintaan ganti rugi.
3. Membuat Somasi Penagihan Utang
Somasi adalah cara menagih utang yang efektif selanjutnya sebelum kasus utang piutang benar-benar dibawa ke pengadilan. Aturan untuk somasi ini juga sesuai pasal 1238 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut disebutkan, bahwa kelalaian yang dilakukan debitur ditetapkan ke dalam sebuah perintah maupun tindakan serupa atau bisa juga melalui kekuatan amanat itu sendiri.
Saat utang piutang terjadi, pasti pihak kreditur ingin haknya dapat terpenuhi sesuai dengan perjanjian yang tertuang. Debitur selaku peminjam biasanya juga senantiasa berupaya sebaik mungkin bisa memenuhi perjanjian tersebut.
Sayangnya, dalam perjalanan utang piutang ini terkadang ada yang tidak sesuai dengan kesepakatan, sehingga terjadilah situasi melanggar perjanjian utang. Misalnya, nominal pelunasan tidak sesuai hingga penagihan yang sangat terlambat.
Oleh sebab itu, kreditur bisa melayangkan somasi atau sejenis peringatan tertulis kepada debitur yang dinilai gagal memenuhi kewajiban. Melalui somasi ini, debitur jadi memiliki kesempatan untuk bisa memenuhi kewajibannya, sehingga perkara ukum tidak berubah ke jalur ukum lainnya.
4. Menagih Utang Dengan Cara Mencicil
Menagih utang dengan cara mencicil juga menjadi salah satu cara yang cukup efektif. Bahkan perjanjian melunasi utang dengan cara mencicil ini tidak harus dalam bentuk tulisan, namun juga bisa secara lisan. Agar perjanjiannya sah, maka sesuai pasal 1320 KUH Perdata, harus bisa memenuhi empat syarat berikut ini.
- Kesepakatan pihak-pihak yang terlibat untuk mengikatkan diri
- Kecakapan untuk bisa membuat suatu ikatan
- Suatu sebab yang tidaklah terlarang
- Sebuah pokok persoalan tertentu
Dari 4 ketentuan tersebut, maka sangat jelas jika perjanjian tidak harus tertulis. Namun perjanjian secara lisan pun juga sudah dianggap sah dan mengikat semua pihak yang terlibat secara ukum.
Apabila Anda sedang berada di posisi debitur, sebaiknya menyelesaikan urusan utang piutang ini secara kekeluargaan terlebih dahulu. Sampaikan kondisi Anda secara baik-baik, bahwa sedang mengalami kesulitan finansial, namun tetap memiliki keinginan untuk mencicil utang dengan nominal cicilan yang telah dimusyawarahkan.
Pastikan juga kesepakatan mencicil ini tidak ada unsur paksaan dari siapapun. Untuk membuktikan bahwa Anda benar-benar memiliki itikad baik, maka buatlah surat perjanjian mencicil dan membayar hutang tersebut secara tertulis.
5. Ajukan Gugatan Wanprestasi
Wanprestasi (ingkar janji) adalah sebuah kondisi dimana pihak debitur tidak bisa membayar utang sesuai dengan kesepakatan. Saat terjadi wanprestasi, sebaiknya jangan langsung menarik kasus ini ke jalur pengadilan, namun bisa dengan mengajukan surat teguran (somasi) terlebih dahulu agar debitur bisa segera membayar tagihan utang.
Sesuai pasal 1234 KUH Perdata, seseorang bisa disebut wanprestasi apabila telah melakukan tiga hal berikut.
- Membayar utang, namun tidak sepenuhnya dilunasi. Artinya, debitur memang tetap membayar utangnya, namun selalu tidak tepat waktu.
- Debitur tidak membayar utang sama sekali atau dalam arti lain, benar-benar lari dari tanggung jawabnya.
- Melakukan perbuatan yang dilarang di dalam isi perjanjian. Misalnya, dalam perjanjian adalah tindakan yang dilarang untuk dilakukan dan salah satu pihak melakukan tindakan tersebut, maka hal ini bisa disebut sebagai perbuatan wanprestasi.
Apabila somasi sudah diabaikan oleh pihak debitur, maka kreditur bisa melakukan upaya hukum lain, yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi di pengadilan negeri. Salah satu langkah hukum yang bisa dilakukan untuk pihak yang melakukan perbuatan wanprestasi adalah melaporkannya ke polisi dengan tuduhan penipuan atau melakukan tindak pidana penggelapan uang.
Meskipun pihak kepolisian menerima laporan terkait sengketa utang piutang, tetap saja pengadilan tidak bisa memindahkan orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang. Hal ini juga tertuang dalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang HAM.
6. Laporkan ke Pihak Berwajib Jika Ada Unsur Pidana
Meski ada pilihan untuk menyelesaikan masalah utang melalui jalan kekeluargaan atau musyawarah. Tetapi jalan tersebut banyak yang tidak berjalan mulus dan menyebabkan adanya laporan ke pihak kepolisian dugaan penggelapan dan penipuan.
Sebenarnya, melaporkan orang lain (debitur) ke pihak yang berwajib atas laporan tidak membayar utang tidak ada ketentuan larangan. Hal ini juga sudah tertuang di dalam Pasal 19 ayat (2) Undang Undang HAM. Disana disebutkan, bahwa tidak seorangpun berdasarkan putusan dari pengadilan bisa dipidanakan atau menjalani kurungan apabila alasannya tidak mampu membayar utang.
Tapi yang tertuang di Pasal 497 UU 1/2023 dan Pasal 379a KUHP juga mengatur terkait adanya unsur kriminal dalam urusan utang piutang tersebut. Misalnya, kebiasaan berbelanja barang dengan cara berhutang dan menjadikannya sebagai mata pencaharian dengan niat atau sengaja tidak membayar lunas barang yang dibeli tersebut.
Dalam pasal tersebut disebutkan, siapapun yang membeli barang dengan niat tidak ingin melunasi dan bermaksud ingin menguasai, baik untuk diri sendiri atau pihak lain bisa dipidana penjara selama 5 tahun. Atau bisa dengan membayar denda untuk kategori V, yaitu sebesar Rp 500 juta.
7. Menagih Dengan Menggunakan Debt Collector
Debt collector bagi sebagian orang mungkin menjadi momok yang menakutkan karena terkenal dengan arogansi dan kekerasan fisik maupun verbal yang mereka lakukan. Biasanya, menagih dengan cara seperti itu ketika debitur berada di posisi yang sangat lemah. Tidak jarang kemudian memunculkan masalah baru, seperti membuat nasabah ingin mengakhiri hidupnya atau debt collector yang kemudian dipenjara karena tindakan kekerasan yang dilakukan.
Jasa penagih utang ini memang sering digunakan untuk menagih utang perorangan maupun lembaga. Peraturan penagihannya juga sudah diatur di dalam PBI 23/2021 terkait kartu kredit.
Merujuk pada Pasal 436 UU 1/2023 disebutkan, bahwa penghinaan yang sifatnya tidak mencemarkan atau pencemaran secara tertulis yang dilakukan kepada orang lain di tempat umum baik secara lisan maupun tulisan yang dikirimkan atau diterimanya bisa dipidana penjara dengan ancaman paling lama 6 bulan. Atau bisa juga dengan membayar denda untuk kategori II paling banyak sebesar Rp 10 juta.
Aktivitas pinjam meminjam memang tidak selalu berjalan dengan baik. Agar bisa terhindar dari masalah yang lebih rumit, maka debt collector sebaiknya menjalankan penagihan utang sesuai dengan aturan yang ditentukan. Sedangkan untuk debitur, sebaiknya juga menunjukkan sikap kooperatif dan itikad baiknya.
8. Ajukan Kepailitan
Cara menagih utang yang efektif yang terakhir adalah dengan mengajukan kepailitan. Perlu diketahui, dalam hal ini kasusnya berbeda dengan gugatan wanprestasi (perdata umum) yang cukup dengan satu kreditur saja. Pengajuan kepailitan biasanya dipakai untuk menyelesaikan utang dari sejumlah kreditur (lebih dari satu kreditur).
Kepailitan ini juga telah diatur di dalam UU Nomor 37 tahun 2004 Terkait Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam pasal ini disebutkan, bahwa kepailitan merupakan suatu tindakan sita umum atas kekayaan yang dimiliki debitur pailit yang pengurusan serta pemberesan semuanya dilakukan dari pihak kurator melalui pengawasan Hakim Pengawas sesuai dalam UU yang berlaku.
Syarat yang paling utama bisa dinyatakan pailit adalah saat debitur memiliki sedikitnya dua kreditor dan tidak membayar salah satu utangnya sampai lunas dari waktu yang sudah ditetapkan. Kepailitan tidak bisa membuat debitur bebas dari kewajiban membayar utang. Namun dengan adanya putusan pailit ini, diharapkan debitur bisa menggunakan harta pailitnya untuk melunasi utangnya secara adil, merata dan seimbang.
Bagaimanapun kondisinya, kewajiban debitur adalah melunasi utangnya sampai tuntas. Apabila mengalami kesulitan finansial, alangkah lebih baiknya mencari jalan keluar secara musyawarah terlebih dahulu. Tetapi jika si peminjam belum bisa menyelesaikan utangnya, maka boleh-boleh saja penagihan melalui pihak ketiga. Beberapa cara menagih utang yang efektif di atas bisa juga Anda jadikan referensi ke depannya.
FAQ Page Seputar Penagihan Utang
Langkah pertama yang dapat Anda ambil adalah mencoba menyelesaikan masalah secara damai dengan membuka komunikasi langsung dengan debitur. Jelaskan situasi Anda dengan jelas dan ajukan opsi pembayaran yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Menagih Melalui Orang Terdekat, Somasi Penagihan Utang, Mediasi Pengacara
Ya, Anda dapat menggunakan jasa debt collector sebagai opsi terakhir. Pastikan untuk memilih lembaga yang terpercaya dan memiliki reputasi baik dalam penagihan hutang yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ajukan Gugatan Wanprestasi, Ajukan Kepailitan
Pelaporan debitur ke pihak berwajib dapat dilakukan jika terdapat unsur pidana, seperti penipuan atau penggelapan. Namun, pastikan laporan didasarkan pada fakta yang jelas dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Butuh Jasa Penagihan Utang
Butuh Layanan dengan Tim Kami, Chat langsung!
Portofolio Kami
Share Yuk!
Seorang Lulusan Universitas Hukum di jakarta yang gemar akan menulis perkembangan hukum di Indonesia