Table of Contents
Berikut Cara Agar Hak Asuh Anak Jatuh ke Suami
Dalam sebuah sengketa perceraian yang didalamnya sudah terdapat anak, hak asuh anak adalah salah satu masalah yang paling sering diperebutkan. Pemberian hak asuh anak biasanya akan langsung diberikan pada pihak mantan istri atau ibu, meski begitu pihak mantan suami atau ayah juga berpeluang mendapatkan hak asuh anak. Bagaimana cara agar hak asuh anak jatuh ke suami?
Mari kita ulas cara nya dalam artikel dibawah ini!
Sengketa Hak Asuh Anak
Hak asuh anak menjadi dampak besar dalam sebuah perceraian. Meskipun pasangan suami dan istri telah sah berpisah atau bercerai, namun kewajiban keduanya terhadap sang anak tidak bisa hilang begitu saja.
Dalam UU Perkawinan tidak ada aturan yang tegas tentang siapa yang berhak mendapatkan hak asuh anak. Namun didalam undang-undang tersebut menegaskan jika pasca perceraian mereka sebagai orangtua kandung tetap memiliki kewajiban untuk mendidik dan memelihara anak.
Meski begitu kebanyakan kasus perceraian memenangkan pihak ibu dalam masalah hak asuh anak. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga sudah ditegaskan jika anak yang berusia dibawah 12 tahun akan diserahkan pada sang ibu untuk pemeliharaannya. Namun apakah ini berarti sang ayah atau mantan suami tidak akan bisa mendapatkan hak asuh anak?
Sebenarnya tidak menutup kemungkinan jika hak asuh anak bisa jatuh ke tangan sang suami. Apalagi jika ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat sang ibu kehilangan hak asuhnya. Jadi apakah mungkin jika hak asuh anak jatuh ke mantan suami? Tentu saja bisa.
Inilah Penyebab Pemberian Hak Asuh Anak Kepada Suami Setelah Perceraian
Seperti disebutkan diatas, hak asuh anak bisa jatuh kepada suami setelah perceraian. Beberapa poin kondisi dibawah ini seringkali menjadi pertimbangan hakim ketika memutuskan perkara tentang hak asuh.
1. Kondisi psikologi
Kondisi psikologi orang tua sangat diperhatikan dan dijadikan sebagai pertimbangan utama oleh hakim dalam menentukan hak pengasuhan anak. Memang dalam KHI disebutkan jika anak yang berusia kurang dari 12 tahun hak pengasuhannya akan langsung jatuh ke ibunya, namun tentu kondisi psikologis sang ibu juga menjadi variabel yang perlu dipertimbangkan secara matang.
Dalam hal ini hakim akan mempertimbangkan pihak mana yang memiliki kondisi psikologis yang lebih stabil. Jika dalam persidangan terbukti jika sang ibu memiliki kondisi psikologis yang tidak stabil, maka peluang hak asuh bisa jatuh ke pihak suami.
2. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi tak bisa terlepas dari masalah pengasuhan anak. Oleh sebab itu hakim akan menjadikan hal ini sebagai salah satu pertimbangan dalam memutuskan siapa yang berhak mendapatkan hak asuh anak.
3. Itikad baik
Dalam persidangan hakim juga akan mempertimbangkan itikad baik dari kedua belah pihak. Jika selama proses persidangan pihak ayah atau suami bisa menunjukan keseriusannya untuk bertanggung jawab maka bisa jadi hak asuh anak akan jatuh ke tangan suami.
4. Persetujuan Bersama
Kedua belah pihak juga bisa melakukan persetujuan bersama. Misalnya dengan bergiliran melakukan pengasuhan.
5. Keterangan Saksi
Dalam proses persidangan, keterangan saksi akan jadi poin yang penting untuk memutuskan siapa yang berhak mendapat hak asuh anak. Saksi yang diminta hadir biasanya adalah mereka yang memiliki kekerabatan dengan pihak suami atau istri sehingga kesaksiannya bisa lebih dipertanggungjawabkan.
6. Ibu Tidak Bertanggung Jawab
Hak asuh anak bisa jatuh ke tangan suami jika sang istri atau sang ibu diketahui tidak bertanggung jawab dalam mengurus anak. Meskipun sang anak berusia kurang dari 12 tahun, jika hakim mendapati bukti yang demikian, maka hak asuh anak akan jatuh ke tangan suami.
7. Ibu menjalani masa tahanan
Seorang ibu yang menjalani masa tahanan juga menjadi salah satu pertimbangan agar hak asuh anak jatuh ke tangan suami.
Persyaratan Penetapan Hak Asuh Anak
Dalam perceraian hak asuh anak akan diutamakan jatuh ke tangan sang ibu, namun atas kondisi tertentu hak asuh anak bisa bergeser ke tangan sang ayah. Adapun untuk dalam pengalihan hak asuh anak dibutuhkan beberapa persyaratan diantaranya:
1. Anak Harus Punya Akte Kelahiran Dari Orang Tua Asli
Akte menjadi persyaratan utama untuk dalam menetapkan hak asuh anak. Bagi pihak manapun yang menginginkan hak asuh anak, maka harus melampirkan dokumen ini dalam berkasnya.
2. Pemohon Harus Sudah Pernah Mengasuh Anak Minimal 6 Bulan
Bagi suami yang ingin hak asuh anak jatuh ke tangan nya, minimal dirinya sudah pernah mengasuh sang anak dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
3. Melampirkan KK, KTP Orang Tua Asli dan KK, KTP Pemohon
Dalam berkas juga harus melampirkan KK dan KTP dari kedua orang tua serta dokumen KK dan KTP dari pemohon.
4. Harus Mendapatkan Rekomendasi Dari Dinas Sosial
Jika sang suami ingin mendapatkan hak asuh anak, pemohon harus mendapatkan rekomendasi dari dinas sosial di wilayahnya. Surat rekomendasi ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi pemohon yang ingin mendapatkan hak asuh anak.
5. Melampirkan SKCK Dari Kepolisian bagi Pemohon
Agar hak asuh anak jatuh ke suami, maka suami sebagai pemohon harus melampirkan SKCK dalam berkas permohonannya.
6. Melampirkan Surat Keterangan Sehat Dari Dokter
Karena kondisi kesehatan dan psikologis sangat berpengaruh terhadap pengasuhan, pemohon diharuskan untuk melampirkan surat keterangan sehat dari dokter.
Perceraian adalah solusi bagi pasangan suami istri yang rumah tangganya sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Tapi akibat dari keputusan ini akan membawa dampak lainnya. Salah satu masalah yang sangat umum berkaitan dengan hak asuh anak. Oleh sebab itu sebelum memutuskan perceraian disarankan berkonsultasi dengan psikolog atau konselor pernikahan. Namun jika memang sudah tidak bisa dipertahankan dan solusinya adalah perceraian, konsultasikan masalah Anda kepada BURS Advocates.
BURS Advocates akan mendampingi Anda selama proses perceraian agar Anda bisa mendapatkan hak-hak yang seharusnya Anda dapatkan pasca perceraian. Informasi lebih lanjut hubungi kami disini!
Butuh Butuh Jasa Hak Asuh Anak
Butuh Layanan dengan Tim Kami, Chat langsung!
Portofolio Kami
Share Yuk !
Seorang Lulusan Universitas Hukum di jakarta yang gemar akan menulis perkembangan hukum di Indonesia