Berbagai Putusan MK Sengketa Pilkada
Belakangan ini, media massa ramai menyorot perselisihan hasil pemilihan umum (Pemilu) yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK adalah lembaga pemerintahan yang putusan finalnya harus dihormati oleh seluruh warga negara tanpa terkecuali. Sebenarnya, apa saja putusan MK sengketa pilkada itu?
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk diketahui bersama, bahawa kewenangan MK dalam mengadili sengketa dalam Pilkada bersifat permanen. Hal ini seperti yang tertuang di dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/ PUU-XX/ 2022. Disana disebutkan, bahwa peradilan khusus sudah tidak relevan lagi. Pasalnya kewenangan ini sudah ditegaskan menjadi kewenangan MK.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilkada
Menurut Pasal 24C ayat 1 UUD 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam mengadili di tingkat pertama dan putusan yang terakhir bersifat final dan permanen sebagai solusi perselisihan terkait hasil pemilihan Pemilihan Umum. Perselisihan hasil Pemilu merupakan perselisihan yang terjadi antara Komisi Pemilihan UMUM (KPU) dengan peserta pemilu tentang penetapan perolehan jumlah perolehan suara secara nasional.
Mengenai mekanisme permohonan untuk Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) telah dijelaskan dalam Pasal 74 sampai dengan Pasal 76 Undang Undang Mahkamah Konstitusi dan PMK serta perubahannya tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK 2/2024) serta perubahannya di PMK 2/2024 terkait tata cara pemilihan umum presiden dan wakilnya.
Terdapat beberapa jenis putusan MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum ini yang juga tertuang dalam Pasal 77 UU MK. Berikut adalah beberapa jenis yang perlu diketahui.
- Permohonan akan dikabulkan, apabila permohonan yang diajukan menyatakan pembatalan atas hasil penghitungan suatu yang diumumkan KPU serta menetapkan penghitungan yang benar.
- Permohonan tidak bisa diterima apabila pihak pemohon maupun permohonannya tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan.
- Permohonan akan ditolak apabila tidak beralasan.
- Menambahkan amar selain yang telah ditentukan jika diperlukan.
Berbagai Jenis Putusan MK Sengketa Pilkada
Terdapat berbagai jenis putusan MK terkait sengketa pemilihan umum ini. Berikut adalah rangkuman selengkapnya.
- Amar Putusan Ditolak
Rangkuman putusan ditolak ini dapat disimak di Putusan MK Nomor 64 /PHPU.C-VII Tahun 2009. Perkara ini adalah PHPU atas calon anggota DPR/DPRD yang diajukan dari Partai Demokrasi Indonesia yang diwakilkan pengurusnya.
Berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh KPU tentang penetapan atas hasil Pemilu, PDK tidak mendapat kursi legislatif yang seperti yang seharusnya. MK akan menilai permohonan dari pihak pemohon tidak dapat membuktikan dalil dari permohonannya, sehingga ditolak seluruhnya.
- Amar Putusan Tidak Bisa Diterima
Putusan MK ini bisa ditemukan di dalam Putusan MK Nomor 8/PHPU.C-VII Tahun 2009 tentang PHPU atas calon anggota DPR maupun DPRD dari partai SIRA (Suara Independen Rakyat Aceh). Partai SIRA keberatan atas penetapan hasil penghitungan suara dari KPU. Partai tersebut menilai hasil Pemilu yang diselenggarakan tersebut penuh dengan kecurangan, sehingga membuatnya tidak mendapat kursi dari seluruh pemilihan di wilayah Aceh.
Pada kasus ini, MK menilai dalil permohonan tidak beralasan dan permohonannya tidak bisa diterima. Salah satunya karena petitum pemohon yang meminta keputusan KPU membatalkan hasil pemilu tanpa menguraikan penghitungan yang dianggap salah serta tidak meminta MK untuk menetapkan penghitungan dari pihak pemohon yang benar sebagai landasan perolehan kursi pada DPRA serta DPRK Aceh.
- Amar Putusan Dikabulkan Sebagian
Putusan MK terkait sengketa Pilkada juga terdapat di dalam Putusan MK Nomor 73/PHPU/C-VII Tahun 2019. Perkara ini merupakan PHPU dari calon anggota DPR ataupun DPRD yang diajukan pengurus Partai Persatuan Daerah (PPD). Perkara ini diajukan melalui dalil yang menyebut PPD berdasarkan keputusan KPU mendapatkan jumlah suara nasional sebanyak 550.581 (setara 0,53%).
Berdasarkan perkara ini, Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan sebagian dari permohonan pemohon dan sebagian lainnya dibatalkan. Keputusan KPU terkait PHPU anggota DPD,DPR dan DPRD yang mencakup 6 kabupaten di Aceh Utara untuk PPD serta dapil untuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 2 untuk PPD.
- Amar Putusan Seluruhnya Dikabulkan
Salah satu putusan dari PHPU yang dikabulkan oleh MK adalah tentang PHPU DPD yang pernah diajukan oleh Mursyid. Putusan ini telah diatur di dalam Putusan MK Nomor 3/PHPU.A-VII Tahun 2009. Pemohon tidak akan menerima rekapitulasi terkait penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPU di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang hasilnya berbeda dengan rekapitulasi KPU di wilayah Kabupaten Bener Meriah.
Atas permohonan yang dilayangkan serta pembuktiannya di MK yang relevan, selanjutnya MK menyatakan, bahwa dalil pemohon yang dilayangkan telah terbukti serta beralasan sesuai hukum. Dengan demikian, permohonan dari pihak pemohon atas nama Mursyid dari Kabupaten Bener Meriah akhirnya dikabulkan seluruhnya.
Perolehan jumlah suara dari calon anggota DPD Nanggroe Aceh Darussalam dengan nomor urut 20 ini adalah sebanyak 48.002 suara. Dengan kata lain, jumlah suara kemudian menjadi 118.149.
Sama halnya dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pilkada juga sering menimbulkan perselisihan di kalangan masyarakat maupun peserta Pemilu. Hasil putusan MK sengketa pilkada merupakan keputusan final dan permanen. Selain itu keputusan ini juga harus dihormati oleh semua pihak.
Oleh sebab itu, sebaiknya para calon atau bakal calon didampingi oleh advokat yang telah berpengalaman seperti yang ada di Burs Advocates. Burs Advocates memiliki banyak advokat dengan pengalaman dan mumpuni secara spesifik terhadap kasus apapun yang Anda miliki, terutama terkait dengan sengketa Pilkada. Para tim kami akan ikut mengawal berjalannya proses Pilkada agar bisa berjalan dengan fair, objektif, jujur dan tentunya adil.
Butuh Jasa Pendampingan Sengketa Pilkada
Butuh Layanan dengan Tim Kami, Chat langsung!
Portofolio Kami
Share Yuk !
Seorang Lulusan Universitas Hukum di jakarta yang gemar akan menulis perkembangan hukum di Indonesia