
Perkawinan dalam agama Islam adalah sesuatu yang sangat sakral dan sebaiknya tidak hanya sah di hukum agama saja. Sah secara negara sebaiknya juga menjadi bagian yang diutamakan supaya dapat memberi perlindungan hak dan kepastian kepada semua pihak, terutama istri dan anak yang dilahirkan. Namun bagi mereka yang melakukan pernikahan secara siri tentu tidak memiliki akta nikah sesuai undang-undang, oleh sebab itu bisa mengajukan itsbat nikah.
Perlu diketahui, pernikahan siri yang tidak tercatat sesuai dengan UU yang berlaku tidak hanya akan merugikan anak dan istri saja, namun juga suami hingga pihak-pihak lain. Pegawai pencatat nikah juga tidak bisa menerbitkan akta nikah dari pernikahan siri tersebut. Dengan kata lain, pernikahan tersebut tidak bisa dibuktikan dan tidak memiliki kekuatan hukum yang sah.
Tentang Itsbat Nikah
Itsbat berasal dari bahasa Arab yang bermakna pengukuhan, penetapan. Namun saat ini itsbat nikah telah menjadi istilah bahasa Indonesia yang ada sedikit revisi menjadi ‘isbat nikah’. Sesuai yang tertulis di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), isbat nikah ini adalah sebuah penetapan terkait kebenaran atau keabsahan pada pernikahan yang dijalankan seseorang.
Sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/032/SK/2006 terkait pedoman pelaksanaan serta administrasi pengadilan, isbat nikah adalah pengesahan atas pernikahan atau perkawinan yang dilangsungkan secara syariat Islam, namun tidak tercatat di KUA ataupun PPN yang berwenang.
Terkait perkawinan ini, sebenarnya dalam undang-undang juga sudah diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No 1 tahun 1974. Disana disebutkan, bahwa perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum pada masing-masing agama atau kepercayaan. Yang menjadi patokan sebuah perkawinan sah adalah hukum dari masing-masing agama dan kepercayaan serta ketentuan UU yang berlaku selama tidak bertentangan.
Perkawinan yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah, maka akan mendapatkan akta nikah sebagai bukti yang sah telah berlangsungnya sebuah perkawinan. Bisa dikatakan, akta nikah merupakan salah satu bukti otentik dan dibuat sesuai Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975.
Meskipun keharusan akta nikah ini sudah diatur dalam perundang-undangan, namun ada beberapa kasus suami istri yang tidak memiliki kutipan akta nikah ini. Hal tersebut kemungkinan bisa terjadi karena disebab oleh beberapa faktor seperti berikut ini.
- Besarnya nominal biaya yang harus dikeluarkan jika mengikuti prosedur secara resmi.
- Kelalaian kedua belah pihak dan keluarga yang melaksanakan pernikahan tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan pemerintah.
- Pernikahan dilangsungkan sebelum terbit UU tentang perkawinan.
- Kelalaian petugas pegawai pencatatan nikah saat memeriksa persyaratan nikah atau ada berkas yang hilang.
- Syarat untuk berpoligami yang tidak terpenuhi, terutama persetujuan istri sebelumnya (istri pertama).
Sesuai yang tertuang Pasal 7 Ayat 1 Kompilasi Hukum Islam dan juga Pasal 100 KUHP, sebuah pernikahan hanya bisa dibuktikan dengan akta nikah atau akta perkawinan yang sudah teregistrasi. Dalam pasal ini juga ditegaskan, bahwa akta tersebut menjadi satu-satunya alat bukti tentang perkawinan.
Tanpa adanya akta perkawinan yang tercatat dalam register, maka bisa dianggap tidak ada atau belum ada perkawinan. Isbat nikah perlu dilaksanakan Pengadilan Agama karena mempertimbangkan maslahat untuk umat Islam.
Itsbat nikah juga bisa sangat bermanfaat dalam pengurusan sekaligus untuk mendapatkan hak-hak seperti sejumlah surat maupun dokumentasi yang bersifat pribadi. Hal ini nantinya dibutuhkan instansi yang memiliki wewenang serat memberikan jaminan perlindungan atas kepastian hukum dari masing-masing pasangan suami istri.
Kenapa Terjadi Isbat Nikah
Saat ini pengajuan isbat nikah dilakukan karena berbagai alasan. Namun secara umum, perkawinan yang dilaksanakan setelah UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Karena isbat nikah juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka Hakim Pengadilan Agama akan melakukan ijtihad dan mengabulkan permohonan tersebut sesuai ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 3 Huruf e Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Apabila perkawinan yang diajukan permohonannya tersebut tidak memiliki halangan, maka Pengadilan Agama akan mengabulkan permohonan terhadap isbat nikah tersebut sekalipun perkawinan dilaksanakan pasca UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diberlakukan.
Perkawinan yang telah tercatat di dalam register akta nikah juga bisa melindungi pernikahan umat Islam agar tidak tidak liar. Untuk kegunaannya sendiri memang untuk membuat lembaga perkawinan sebagai tempat yang penting sekaligus strategis dan masyarakat yang beragama Islam bisa terlindung dari upaya negatif dari sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
Upaya negatif ini bisa seperti pengingkaran akad nikah yang dilakukan oleh pihak suami di masa mendatang. Meskipun perkawinan ini juga telah mendapatkan perlindungan dari para saksi, namun dengan pencatatan secara resmi di lembaga yang berwenang pastinya perlindungan akan semakin kuat karena ada hukum di belakangnya.
Alasan utama dari isbat nikah selain untuk mendapatkan kepastian hukum perkawinan pemohon adalah untuk mengurus akta kelahiran anak-anak. Artinya, para orang tua yang masih belum memiliki akta perkawinan yang tercatat di kantor KUA, ingin memperjelas status anak mereka.
Anak yang terlahir dari perkawinan yang tidak atau belum tercatat tersebut, maka Kantor Catatan Sipil hanya akan mengeluarkan akta kelahiran dengan hanya mencantumkan nama ibunya saja seperti akta kelahiran anak di luar nikah. Konsekuensi bagi anak perempuan kelak ayahnya tidak bisa menjadi wali nikah, karena hanya dinisbahkan kepada ibu saja.
Secara yuridis, anak perempuan tersebut juga hanya bisa menjadi ahli waris harta peninggalan ibu saja dan akan kesulitan mendapatkan warisan dari ayah karena tidak ada bukti sah yang menunjukkan bahwa dia adalah anaknya. Maka sudah jelas jika, isbat nikah ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak yang dilahirkan.
Pengadilan Agama melalui itsbat nikah ini memiliki andil turut andil yang sangat penting dalam memberikan rasa keadilan, kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat. Bagi yang sebelumnya tidak memiliki akta nikah setelah ada, maka akan semakin mudah dalam mengurus surat-surat penting lainnya, seperti KK dan akta kelahiran.
Syarat Isbat nikah
Isbat nikah merupakan pengesahan atas pernikahan atau perkawinan yang sudah dilangsungkan sesuai syariat Agama Islam, namun tidak atau belum tercatat di KUA ataupun Pegawai Pencatat Nikah setempat. Orang yang berhak dalam pengajuan permohonan isbat nikah ini diantaranya adalah suami, istri, anak-anak maupun pihak-pihak yang memang berkepentingan di dalam perkawinan tersebut.
Syarat pengajuan isbat nikah terkadang juga bisa berbeda-beda tergantung kebijakan daerah. Namun secara umum, berikut adalah beberapa syarat yang harus dipersiapkan.
- Surat permohonan ditujukan kepada kepala KUA.
- Fotokopi KK pemohon (baik istri atau suami).
- Fotokopi KTP pemohon.
- Fotokopi KTP dua saksi nikah.
- Surat Keterangan status suami istri sudah menikah dari kelurahan yang bersangkutan.
- SK dari KUA setempat yang menunjukkan pernikahan tidak tercatat di dalam register KUA.
- Membayar panjar untuk biaya perkara.
Biasanya, pengajuan isbat nikah ini hanya bisa dilaksanakan jika mengenai beberapa hal berikut.
- Akta nikah yang hilang.
- Adanya sebuah keraguan terkait sah tidaknya pada salah satu syarat perkawinan.
- Adanya perkawinan untuk menyelesaikan masalah perceraian.
- Perkawinan diselenggarakan sebelum UU Perkawinan berlaku.
- Perkawinan dilakukan bagi mereka yang tidak memiliki halangan menurut Undang-Undang perkawinan.
Tata Cara Pengajuan Isbat Nikah di Pengadilan Agama
Untuk memudahkan Anda mengajukan proses isbat nikah, berikut adalah beberapa langkah yang harus diperhatikan dan dipersiapkan.
1. Menunjujuk Kuasa Hukum

2. Menyaipkan Biaya

3. Mendaftar ke Kantor Pengadilan

4. Membayar Panjar Biaya Perkara
Apabila Anda memperoleh fasilitas prodeo ini, maka semua biaya terkait perkara yang Anda jalani di pengadilan akan menjadi tanggung jawab pengadilan seluruhnya, kecuali untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan. Apabila merasa biaya tersebut masih belum bisa terjangkau, sebaiknya Anda mengajukan sidang keliling.

5. Menunggu Panggilan untuk Sidang di Pengadilan Setempat

6. Menghadiri Persidangan

7. Menunggu Putusan Pengadilan
Selanjutnya, Anda bisa meminta KUA (Kantor Urusan Agama) untuk mencatat pernikahan dengan menunjukkan bukti salinan putusan pengadilan dari sidang yang sebelumnya Anda jalani. Apabila Anda telah mendapatkan akta nikah setelah pencatatan nikah dilakukan, maka selanjutnya Anda bisa mengurus akta kelahiran anak sesuai dengan prosedur yang berlaku dari Kantor Pencatatan Sipil di wilayah tempat tinggal Anda.

Itsbat nikah bisa disebut sebagai salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi angka pernikahan di bawah tangan yang tidak ada kepastian hukumnya. Pernikahan atau perkawinan yang sudah tercatat oleh negara, tentu kepastian hukum terkait hak suami, istri hingga kemaslahatan anak-anak bisa sangat terjamin.