Legal standing memang bukan istilah yang kerap digunakan sehari-hari ataupun wajib diketahui oleh masyarakat luas. Namun, saat seseorang terlibat ataupun melibatkan diri dalam lingkup hukum, sebaiknya istilah ini diketahui serta dipahami lebih dalam.
Sejarah Adanya Legal Standing
Sebelum membahas istilah legal standing di era modern, tidak ada salahnya mendalami maksud sebutan ini berdasarkan sejarahnya. Untuk diketahui, istilah ini muncul pertama kali di pengadilan yang ada di Amerika.
Tepatnya dalam kasus Sierra V. Morton yang terjadi pada tahun 1972. Konsep istilah tersebut kemudian berkembang dan dikenal banyak negara hingga diterima dan diaplikasikan di ranah hukum.
Contohnya, di kasus Nieuwe Mee yang terjadi di tahun 1986 di Negara Belanda dan kasus Kuvaders di tahun 1992. Selanjutnya, di tahun 1990 istilah ini digunakan Pengadilan Negara Australia pada kasus Yates Security Services Pty. Ltd. V. Keating.
Di Indonesia sendiri, istilah ini pertama kali digunakan di tahun 1988 dalam kasus gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Sejak adanya kasus itu, istilah tersebut mulai populer di kalangan praktisi hukum hingga masyarakat umum.
Dalam kasus tersebut, WALHI menggugat PT Indrayon Utama (IU) dalam sengketa pencemaran lingkungan yang dilakukan tergugat. Konsep ini kemudian diresmikan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Tahun 1997.
Pengertian Legal Standing Secara Umum
Legal standing adalah hak yang diberikan suatu lembaga hukum pada masyarakat, baik perorangan maupun sekelompok orang, untuk mengajukan gugatan. Pihak tergugat yang dimaksud bisa berasal dari berbagai golongan dan tidak dibatasi oleh apa pun, termasuk status hingga kedudukan.
Artinya, masyarakat yang mendapatkan hak untuk menggugat bisa menuntut siapa pun, baik itu perorangan, perusahaan, atau bahkan pihak pemerintah. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa untuk mengajukan tuntutan tersebut diperlukan satu alasan yang benar-benar logis sehingga gugatan perlu ditindaklanjuti.
Misalnya, tuntutan mencakup kebutuhan serta kepentingan publik, mengungkap kebenaran pada khalayak, perlindungan untuk konsumen, hingga hak sipil ataupun politik. Secara materiel, regulasi mengenai legal standing telah diatur dalam kitab Undang-Undang sebagai salah satu dasar negara Indonesia.
Namun, negara belum mengatur secara pasti mengenai hukum materiel ini menggunakan hukum acara yang berfungsi sebagai hukum formal. Untuk diketahui, terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang hal ini.
Di antaranya, Undang-Undang Nomor 23 Pasal 37 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian, Undang-Undang Nomor 41 Pasal 71 Ayat 1 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Terakhir, Undang-Undang Nomor 8 Pasal 46 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain alasan logis, terdapat beberapa syarat lain yang harus dipenuhi agar tuntutan masyarakat bisa dikatakan legal standing.
Salah satunya dijelaskan dalam KUHP Butir 1 Pasal 24. Yang mengatakan bahwa laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh individu dengan hak berdasarkan berdasarkan Undang-Undang.
Untuk lebih jelasnya, simak beberapa contoh orang-orang yang bisa mendapatkan hak menggugat berikut ini.
Contoh Penerapan Legal Standing
Melanjutkan pembahasan sebelumnya, berikut adalah beberapa contoh kasus yang kerap terjadi di masyarakat dan bisa diajukan ke lembaga hukum. Selain itu, di kasus berikut juga akan ditemukan contoh penerapan istilah ius standi atau lebih awal disebut legal standing.
1. Kasus Pertama: Tidak Mendapatkan Hak Menggugat
Kasus pencurian merupakan suatu musibah yang merugikan, karenanya kasus ini bisa diajukan ke ranah hukum untuk ditindaklanjuti. Dalam hal ini, korban meminta keadilan pada lembaga hukum agar pelaku mendapatkan efek jera dengan hukuman sebagaimana yang berlaku.
Namun, jika diketahui pihak tergugat masih merupakan keluarga kandung dan tinggal serumah dengan penggugat, tuntutan berkemungkinan ditolak lembaga berwenang. Untuk diketahui, hal ini diatur dalam Undang-Undang KUHP Pasal 367.
2. Kasus Kedua: Dinyatakan Ada dalam Kedudukan Hukum
Dalam Pasal 284 Undang-Undang KUHP, hak untuk menggugat bisa diberikan pada korban seperti dalam kasus perzinahan. Namun, hak tersebut hanya bisa diberikan pada pihak yang benar-benar dirugikan, seperti suami ataupun istri penggugat.
Selain dari itu, laporan yang diajukan dalam kasus sebagaimana disebutkan akan ditolak oleh lembaga berwenang.
Cara Mengajukan Legal Standing
Untuk diketahui, hak mendapatkan tindak lanjut atas laporan yang diajukan tidak bisa didapatkan begitu saja oleh masyarakat. Baik perorangan maupun sekelompok orang.
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, terdapat langkah-langkah penting yang harus dilalui agar laporan bisa diterima lembaga hukum. Di antaranya, pengajuan gugatan harus dibuat secara tertulis dengan ketentuan dan syarat yang diberlakukan.
Salah satunya adalah membuat kop surat dengan tujuan Ketua Pengadilan Negeri di lembaga yang akan dijadikan tempat mengajukan gugatan. Selain itu, gugatan yang diajukan wajib menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Selanjutnya, untuk mendapatkan status legal standing, gugatan wajib didaftarkan pada Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri guna memperoleh nomor registrasi. Di samping itu, proses registrasi juga harus disertai dengan bukti-bukti untuk menguatkan laporan yang diajukan.
Kemudian, penggugat wajib membayar sejumlah uang perkara untuk proses selanjutnya. Jika gugatan legal standing diserahkan pada kuasa hukum, seperti halnya advokat, diperlukan adanya surat kuasa.
Yang mana, surat kuasa tersebut menjelaskan dan mewakili kepentingan penggugat di muka lembaga hukum yang berwenang, yakni pengadilan. Proses selanjutnya, pihak Kepaniteraan akan memeriksa laporan lengkap dengan bukti-bukti yang diberikan.
Proses pencatatan registrasi tersebut bisa memakan waktu selambat-lambatnya tujuh hari sejak pengajuan. Apabila gugatan telah terdaftar kemudian memperoleh nomor register perkara, jadwal sidang bakal ditentukan oleh pengadilan.
Selain itu, pengadilan juga bakal memanggil pihak-pihak terkait dalam hal ini. Mulai dari penggugat, terlapor, dan beberapa pihak lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus sebagaimana dilaporkan.
Jenis-Jenis Kedudukan Gugat dalam Tatanan Hukum Indonesia
Sebagai informasi, selain kasus di atas, terdapat beberapa jenis hukum yang bisa mendapatkan kedudukan gugat. Di antaranya adalah sebagai berikut.
- Hukum Mahkamah Konstitusi
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 51 Ayat 1 dijelaskan mengenai masyarakat yang berhak menggugat Mahkamah Konstitusi. Pertama, hak dan kewenangan yang diberikan sesuai dengan regulasi dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, masyarakat yang mendapatkan hak merupakan orang yang dirugikan oleh berlakunya aturan yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud bisa merupakan perorangan ataupun sekelompok orang dengan kepentingan serupa.
Bisa juga merupakan kelompok masyarakat hukum adat selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan serta prinsip NKRI dalam Undang-Undang. Selain itu, badan hukum yang bersifat publik maupun privat dan lembaga negara juga termasuk sebagai masyarakat di poin kedua.
Ketiga, unsur kerugian sebagaimana dimaksud telah aktual dan bukan sesuatu yang masih dikatakan potensial. Keempat, diperlukan adanya kausalitas atau hubungan sebab akibat yang benar-benar jelas antara dua hal. Yakni, aturan yang digugat dan kerugian yang dialami oleh penggugat. - Hukum Lingkungan
Mengenai Hukum Lingkungan, proses gugatan jenis ini biasa disebut dengan Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 92 menyatakan beberapa poin berikut.
Pertama, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan tuntutan demi kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kedua, gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu sebagai hukuman atas kerugian yang dialami, tidak termasuk ganti rugi.
Ketiga, penggugat memenuhi syarat untuk mengajukan tuntutan, di antaranya (a) organisasi berbentuk badan hukum. Kemudian, (b) mempunyai anggaran dasar bahwa tujuan didirikannya adalah untuk kepentingan pelestarian fungsinya.
Terakhir, (c) organisasi telah melakukan anggaran dasar sebagaimana dimaksud setidaknya 2 tahun sejak organisasi didirikan. - Hukum Perlindungan Konsumen
Selain mengenai Hukum Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 juga mengatur mengenai Hukum Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 46 Ayat 1 Huruf C, disebutkan orang-orang yang berhak mengajukan gugatan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Di antaranya, (1) penggugat merupakan konsumen ataupun ahli waris yang dirugikan atas pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha. (2) Sekelompok orang yang sama-sama dirugikan dan (3) lembaga perlindungan konsumen yang telah memenuhi syarat.
Mengenai poin ketiga, dijelaskan lebih lanjut bahwa yang termasuk di dalamnya bisa berbentuk badan hukum atau yayasan. Yang mana, lembaga tersebut mempunyai anggaran dasar untuk kepentingan perlindungan konsumen dan itu telah dilaksanakan.
(4) Pemerintah maupun instansi tertentu yang mengalami kerugian cukup besar akibat jasa/layanan ataupun barang dari pihak tergugat. - Hukum Tata Usaha Negara
Beberapa pihak yang dapat mengajukan permohonan legal standing atas gugatannya juga diatur dalam Undang-Undang. Di antara pihak yang dimaksud adalah perseorangan ataupun beberapa orang dengan kerugian sama dan badan hukum perdata.
Yang dimaksud dengan badan hukum perdata adalah satu-kesatuan lembaga non-publik, seperti perusahaan-perusahaan swasta, organisasi-organisasi, atau perkumpulan-perkumpulan masyarakat umum. Gugatan dapat diajukan oleh perwakilan dengan memenuhi syarat, yaitu kerugian dialami oleh pribadi serta bukan hal yang bersifat derivatif. - Hukum Acara Perdata
Meski tidak dijelaskan persyaratan spesifiknya, hukum ini menyebutkan bahwa setiap pihak yang mengajukan gugatan harus orang-orang dengan kepentingan hukum. Yang dimaksud kepentingan hukum ini serupa dengan pembahasan sebelumnya, yakni menyangkut kepemilikan (property interest) atau kerugian (injury in fact).
Dengan dua hal tersebut, pihak penggugat bisa dinyatakan sebagai korban (aggrieved party) seperti yangdimaksud dalam Black’s Law Dictionary.
Apakah Legal Standing Penting?
Di masa kontemporer, terdapat banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat di berbagai segmen. Mulai dari politik dan sipil, ekonomi dan sosial, hingga perdamaian serta pembangunan.
Satu tantangan yang paling dirasakan adalah pelanggaran dan penegakan hukum atau aturan untuk kepentingan umum. Meski masyarakat bisa saja sadar akan pelanggaran yang dilakukan, kesalahan tersebut bisa jadi dilakukan secara berulang jika tidak ditindaklanjuti.
Di sisi lain, masyarakat juga diatur untuk tidak bertindak sesuka hati dan menjalankan hukum sebagaimana yang berlaku. Oleh karena itu, masyarakat yang dirugikan bisa mengajukan laporan agar pelanggar hukum tersebut dapat diberikan efek jera.
Untuk menindaklanjuti hal itu, diperlukan sebuah tiket yang bisa membuktikan bahwa laporan adalah fakta dan benar-benar butuh tindak lanjut. Tanpa tiket tersebut, laporan jelas akan ditolak dan lembaga hukum tidak menerima komplain tanpa alasan logis.
Berdasarkan penjelasan itu, legal standing dianggap sangat penting untuk mengefektifkan fungsi lembaga hukum. Seperti diketahui, lembaga berwenang tersebut tentu selalu menerima laporan pelanggaran setiap harinya.
Oleh karena itu, badan hukum tersebut bakal memilah mana yang paling butuh ditindaklanjuti berdasarkan aturan dalam dasar negara. Jika butuh pendampingan terkait pengajuan gugatan ini, Anda bisa menghubungi jasa legal standing berpengalaman.
Salah satunya adalah Burs Advocates yang telah menangani berbagai kasus klien dengan sebaik mungkin. Demikian informasi seputar legal standing yang sebaiknya diketahui oleh masyarakat. Sebab, gugatan ke pengadilan bukan hal yang main-main, pilih advokat paling tepat untuk jadi pendamping terbaik kasus Anda!
Butuh Jasa Legal Standing Hubungi Kami Sekarang !
Portofolio Kami
Share Yuk!
Seorang Lulusan Universitas Hukum di jakarta yang gemar akan menulis perkembangan hukum di Indonesia