
Perceraian selebritas di televisi sering kali mempertontonkan drama perebutan hak asuh anak selain masalah harta gono-gini. Namun, bagaimana sebenarnya hukum mengatur pembagian tanggung jawab pemeliharaan buah hati ketika perpisahan terjadi? Siapa pihak yang dianggap paling berhak untuk merawatnya? Berikut adalah penjelasan lengkap berdasarkan hukum yang berlaku.
Memahami Konsep Pemeliharaan Anak (Hadhanah)
Sebelum membahas pembagian hak asuh, penting untuk mengerti apa itu pemeliharaan anak. Dalam hukum Islam, hal ini dikenal sebagai hadhanah, yang berarti aktivitas merawat, mengasuh, dan menjaga anak.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105, hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun jatuh kepada ibunya. Ketika anak sudah melewati usia mumayyiz, ia diberikan kebebasan untuk memilih apakah ingin tinggal bersama ayah atau ibunya sebagai pengasuh utama.
Prinsip dasarnya adalah ayah dan ibu memikul tanggung jawab setara dalam merawat anak, baik selama pernikahan maupun setelah bercerai. Hal ini selaras dengan Konvensi Hak Anak (CRC) yang menegaskan bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orang tuanya tanpa alasan hukum yang sah.
Penyebab Sengketa Hak Asuh Anak
Masalah perwalian atau hak asuh umumnya muncul akibat perceraian. Kedua belah pihak sering kali bersikeras ingin tinggal bersama anak mereka.
Meskipun ibu sering diprioritaskan, hak asuh tidak selalu jatuh ke tangannya. Dalam kondisi tertentu, ayah bisa ditetapkan sebagai pengasuh utama. Namun, meskipun ayah tidak mendapatkan hak asuh fisik, ia tetap berkewajiban menanggung biaya hidup anak.
Pada kasus yang lebih kompleks, jika kedua orang tua terbukti tidak mampu melaksanakan kewajibannya, hak asuh bisa dialihkan kepada keluarga besar seperti kakek, nenek, atau saudara kandung yang sudah dewasa.
Aturan Pembagian Hak Asuh Menurut Undang-Undang
Penetapan hak asuh di Indonesia didasarkan pada kondisi spesifik dan undang-undang yang berlaku. Berikut rinciannya:
1. Anak di Bawah Usia 5 Tahun
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 menyatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka. Jika tidak ada perselisihan, masalah ini tidak perlu dibawa ke pengadilan.
Namun, jika terjadi sengketa, Pasal 105 KHI menegaskan bahwa anak di bawah 12 tahun (termasuk balita) adalah hak ibunya. Hal ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung RI No. 126 K/Pdt/2001 yang menyerahkan pemeliharaan kepada orang terdekat anak, yaitu ibu.
Kendati demikian, ayah masih memiliki peluang mendapatkan hak asuh. Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973 menyebutkan perwalian bisa jatuh ke tangan ayah jika ibu terbukti tidak wajar atau tidak mampu memelihara anaknya.
2. Hak Asuh Jika Suami Mengajukan Cerai
Ketika suami yang mengajukan talak atau gugatan cerai, hak asuh anak yang belum berusia 12 tahun biasanya tetap diberikan kepada ibu. Keputusan ini merujuk pada Pasal 105 KHI dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Meski anak tinggal bersama ibu, ayah tetap wajib membiayai pemeliharaan dan pendidikan hingga anak dewasa atau menikah, sesuai amanat Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974. Hak asuh ibu bisa dicabut jika ia terbukti berkelakuan buruk atau menelantarkan anak (Pasal 156 huruf c KHI).
3. Hak Asuh Jika Istri Mengajukan Cerai
Sama halnya jika istri yang menggugat cerai, hak asuh anak di bawah umur (di bawah 12 tahun) cenderung tetap pada ibu. Hukum memandang bahwa anak usia dini membutuhkan kedekatan intensif dengan ibunya.
Ayah tetap bertanggung jawab penuh atas biaya hidup anak. Hak ini baru bisa berpindah ke ayah jika ada bukti kuat ketidakmampuan ibu dalam menjamin keselamatan fisik maupun mental anak.
4. Hak Asuh Jika Istri Terbukti Selingkuh
Perselingkuhan istri tidak secara otomatis membatalkan hak asuhnya. Berdasarkan Pasal 105 dan 156 KHI, anak di bawah 12 tahun tetap diasuh oleh ibu selama ia masih mampu menjamin keselamatan anak.
Namun, jika perselingkuhan tersebut terbukti di pengadilan dan dinilai mengganggu kemampuan ibu merawat anak, ayah dapat mengajukan permohonan pemindahan hak asuh. Hakim akan memutuskan berdasarkan apa yang terbaik bagi masa depan anak.
5. Hak Asuh Jika Suami Terbukti Selingkuh
Jika suami terbukti berselingkuh dan perilaku tersebut menunjukkan ketidakmampuannya menjadi figur ayah yang baik, pengadilan sangat mungkin memberikan hak asuh penuh kepada ibu.
Walaupun kehilangan hak asuh fisik, ayah tetap wajib menafkahi anak hingga dewasa. Fokus utama pengadilan adalah menempatkan anak di lingkungan yang paling aman dan mendukung tumbuh kembangnya.
Faktor Penyebab Ibu Kehilangan Hak Asuh
Seorang ibu dapat kehilangan hak istimewanya dalam mengasuh anak apabila terbukti melakukan hal berikut:
- Perilaku Buruk: Ibu terlibat perjudian, mabuk-mabukan, atau melakukan kekerasan fisik yang membahayakan anak.
- Menjalani Hukuman Penjara: Karena keterbatasan fisik di dalam penjara, ibu tidak mungkin merawat anak secara optimal, sehingga hak asuh dialihkan.
- Tidak Menjamin Keselamatan: Ibu mengalami gangguan kesehatan mental berat atau depresi yang berisiko membahayakan keselamatan jasmani dan rohani anak.
Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Hak Asuh
Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri menggunakan parameter ketat dalam memutus perkara ini, antara lain:
- Usia Anak: Anak di bawah 12 tahun diprioritaskan bersama ibu.
- Kapasitas Orang Tua: Penilaian kemampuan fisik, mental, dan finansial orang tua.
- Kedekatan Emosional: Seberapa erat ikatan batin antara anak dengan masing-masing orang tua.
- Keinginan Anak: Untuk anak yang dinilai sudah cukup mengerti (mumayyiz), pendapat mereka akan didengar.
- Rekam Jejak: Riwayat perilaku kriminal atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi pertimbangan berat.
- Bukti Sah: Dokumen pendukung seperti akta kelahiran, bukti penghasilan, dan hasil evaluasi psikologis sangat menentukan.
Pertanyaan Umum (FAQ) Seputar Sengketa Hak Asuh
Mengapa saya butuh pengacara untuk rebutan hak asuh?
Pengacara berperan penting untuk memastikan hak Anda diperjuangkan sesuai prosedur hukum dan prinsip keadilan di pengadilan.
Apakah ada bantuan hukum gratis untuk kasus ini?
Layanan gratis (pro bono) mungkin sulit ditemukan dan terbatas kuotanya. Namun, Anda bisa mencari pendampingan hukum dengan biaya yang lebih terjangkau.
Apakah konsultasi hukum dikenakan biaya?
Ya, umumnya konsultan hukum profesional mengenakan biaya konsultasi. Tarifnya bervariasi, misalnya mulai dari Rp150.000 per sesi.
Apa saja yang bisa diperjuangkan pengacara?
Selain hak asuh fisik, pengacara dapat membantu memperjuangkan hak waris anak dan proses peralihan hak asuh jika kondisi berubah di masa depan.
Berapa kisaran biaya pengacara hak asuh anak?
Biaya sangat bergantung pada kerumitan kasus dan reputasi pengacara. Rata-rata berkisar antara Rp10 juta hingga Rp50 juta.
Bisakah saya menggugat tanpa pengacara?
Bisa. Anda dapat mengurusnya sendiri atau cukup menggunakan jasa penyusunan dokumen (drafting) gugatan dengan biaya yang lebih hemat, sekitar Rp3 juta hingga selesai.
Berapa lama proses sidangnya?
Proses sengketa hak asuh biasanya memakan waktu antara 3 sampai 6 bulan, serupa dengan durasi sidang perceraian.
Kapan pengajuan hak asuh dilakukan?
Gugatan hak asuh bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai (kumulasi) atau diajukan secara terpisah setelah putusan cerai keluar.
Sumber: UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Putusan Mahkamah Agung RI No. 126 K/Pdt/2001, Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973.