Siapa Saja yang Dapat Mengajukan Kepailitan? Cek Disini!

Dalam praktik sebuah bisnis, berhutang adalah hal yang lazim ditemukan. Cara ini dilakukan demi mendapatkan suntikan dana yang dimanfaatkan untuk mengembangkan perusahaan. Namun bagaimana jika terjadi hal yang diinginkan seperti perusahaan yang tidak lagi mampu membayar hutang? 

Sebagaimana kita ketahui, dalam sebuah usaha, semua pelakunya pasti akan berupaya sebaik mungkin untuk merencanakan dan mengimplementasikan rencana tersebut dalam bisnisnya. Namun terkadang hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Bahkan berakibat buruk ke perusahaan misalnya mengakibatkan kebangkrutan yang membuat debitur tidak bisa lagi membayarkan hutangnya pada kreditur. 

Dalam ranah hutang piutang kita mengenal dua jenis perusahaan yakni solvent sebagai perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban melunasi hutang, dan perusahaan insolvent yakni perusahaan yang tidak lagi mampu membayar hutang. Nah, ketika perusahaan anda masuk dalam kategori perusahaan insolvent, maka solusi dari masalah ini adalah mengajukan permohonan pailit. 

Apa yang Dimaksud Dengan Pailit? 

Pailit merupakan keadaan dimana debitur mulai berhenti membayar hutang. Dalam kata lain perusahaan atau seseorang atau badan hukum ini sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi hutang yang diambilnya. Pailit juga bisa diartikan sebagai pernyataan dari putusan hakim akan keadaan debitur yang tidak lagi mampu membayar hutangnya. 

Jika dilihat dari etimologi, pailit berasal dari kata failliet (bahasa Prancis) yang memiliki arti kemacetan atau pemogokan pembayaran. Berdasarkan dari pernyataan R. Subekti, pailit merupakan keadaan yang menghendaki campur tangan Majelis Hakim untuk memberikan jaminan terhadap kepentingan para krediturnya. 

Siapa Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan?

Ketika debitur tidak lagi bisa membayar hutang, maka baik itu kreditur, debitur atau pihak lain bisa mengajukan permohonan pailit ke pengadilan. Siapa saja pihak tersebut?

Terkait pihak yang dapat mengajukan kepailitan telah dijelaskan pada pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangff UU No.37 tahun 2004. Setidaknya ada 5 ayat dalam pasal tersebut yang menjelaskan dengan gamblang situasi dari permohonan pailit. Nah, dari 5 ayat pada pasal 2 tersebut bisa disimpulkan jika pihak yang mampu mengajukan permohonan pailit ada 6 yaitu: 

  1. Debitur

    Ayat pertama menyebutkan jika debitur memiliki lebih dari 2 kreditur dan tidak mampu membayar hutang paling sedikit satu hutang yang telah jatuh tempo maka dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik itu atas permohonan satu atau lebih krediturnya atau atas permohonan sendiri.
    Dalam ayat 1 pasal 2 tersebut jelas disebutkan jika debitur bisa mengajukan permohonan pailit sendiri jika hutangnya telah jatuh tempo terhadap 2 kreditur atau lebih dan sudah tidak mampu membayar salah satu tanggungan hutangnya. Pengajuan permohonan pailit oleh debitur dikenal dengan voluntary petition.
    Adanya ayat 1 ini menjelaskan jika permohonan kepailitan tak ditujukan untuk kepentingan kreditur namun juga untuk kepentingan debitur. 
    Debitur dalam kepailitan

  2. Kreditur

    Kreditur dimaknai sebagai pihak yang berhak atas pemenuhan tanggungan atau piutang dari debitur. Piutang disini adalah hal untuk menuntut pemenuhan prestasi atau hutang. Nah, dalam ayat satu ini disebutkan jika kreditur yang meminjamkan uang dengan mengajak 1 kreditur lainnya bisa mengajukan permohonan pailit. Atau bahasa lainnya kreditur bisa menagih hutangnya di pengadilan. 

    Kreditur

  3. Kejaksaan

    Pengajuan permohonan kepailitan juga bisa diajukan oleh kejaksaan. Namun ini atas dasar kepentingan umum. Maksud kepentingan umum disini adalah kepentingan masyarakat luas atau kepentingan bangsa dan negara. Contohnya: debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan, debitur melarikan diri, debitur memiliki hutang yang berasal dari himpunan masyarakat, atau debitur memiliki utang kepada BUMN atau badan usaha lain sejenis.
    Jika beberapa hal diatas terjadi, maka kejaksaan berwenang mengajukan permohonan pailit kepada perusahaan yang bersangkutan.
    Kejaksaan

  4. Bank Indonesia

    Jika perusahaan debitur adalah lembaga bank, maka yang berwenang mengajukan permohonan kepailitan yakni Bank Indonesia. Ini sesuai dengan yang tertera pada ayat 3 pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
    Bank Indonesia

  5. Badan Pengawas Pasar Modal

    Jika debitur dalam kasus ini merupakan lembaga yang telah disebutkan dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yakni perusahaan bursa efek, efek, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, atau lembaga kliring dan penjaminan, maka permohonan pengajuan pailit, maka yang berwenang mengajukan kepailitan adalah Bapepam atau Badan Pengawas Pasar Modal.
    Badan Pengawas Pasar Modal

  6. Dan Menteri Keuangan

    Dalam ayat terakhir disebutkan jika pengajuan bisa dilakukan oleh Menteri Keuangan jika perusahaan yang bersangkutan bergerak di bidang kepentingan publik. Adapun contoh perusahaannya telah jelas disebutkan di ayat 4 pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni perusahaan reasuransi, asuransi, Badan Usaha Milik negara, atau perusahaan dana pensiun.
    Kementrian keuangan

Baca   Contoh Format Kontrak Kerja Karyawan dan Hal yang Perlu Diperhatikan

Berapa Jumlah Kreditur yang Dapat Mempailitkan Debitur?

Dalam pasal 222 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan jika PKPU diajukan oleh debitur yang memiliki kreditur lebih dari satu. Jadi kira-kira dari pasar tersebut ada berapa jumlah berapa jumlah kreditur yang dapat mempailitkan debitur?

Sebelumnya perlu diketahui, pasal 222 ayat 1 Undang-Undang No 37 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut:

“Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh Kreditor”

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Albert Aries, S.H., M.H. disebutkan jika konsep PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atau kepailitan adalah penyelesaian kolektif antara kreditur dan debitur. Jadi singkatnya jika ingin mempailitkan maka harus lebih dari satu kreditur. Atau dengan akta lain harus ada minimal dua kreditur yang mana debitur telah memiliki satu hutang yang telah jatuh tempo. 

Lantas bagaimana jika debitur hanya memiliki satu kreditur? Jika debitur hanya memiliki satu kreditur, maka tidak mungkin bisa mengajukan kepailitan atau PKPU. Debitur tersebut hanya bisa diajukan ke gugatan perdata terkait dengan wanprestasi. 

Adapun pengajuan kepailitan ini harus dengan surat permohonan ke pengadilan yang mana daerah hukumnya masih satu dengan daerah hukum debitur. Selain itu surat permohonan juga harus ditandatangani oleh advokat dan pemohon.  Pemohon disini adalah debitur sendiri sehingga tidak ada pihak termohon. Yang artinya keharusan dua kreditur akan nampak dalam surat permohonan ini. 

Lantas Bagaimana Jika Pemohon adalah Kreditur?

Jika pemohon adalah kreditur maka dalam surat permohonan akan ada debitur sebagai pihak termohon PKPU. Dalam prakteknya jumlah kreditur akan muncul sebagai kreditur I atau pemohon I, kreditur II atau pemohon II, dan seterusnya. Atau bisa pula yang tercantum hanya pemohon I atau kreditur I lantas dalam permohonannya disebutkan demi hukum yang nantinya akan dicantumkan kreditur lainnya. Dengan begini jumlah kreditur akan lebih dari satu.

Baca   Alur Mengajukan Gugatan Sengketa Hasil Pilkada

Apa hasil keputusan pailit?

Seperti yang sudah disebutkan diatas jika permohonan pernyataan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga dan yang bisa mengajukan permohonan tersebut hanya pihak sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 yakni kreditur, debitur, Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Kejaksaan, serta Badan Pengawas Pasar Modal. Setelah itu permohonan akan diterima lalu diproses lewat persidangan dengan agenda pembacaan putusan pailit paling lambat 60 hari setelah tanggal pendaftaran.

Lantas Setelah diajukan dan diproses, Apa Hasil dari Putusan Pailit? 

Sebelumnya perlu diketahui, perusahaan yang dinyatakan bangkrut atau pailit lewat putusan pengadilan akan menghentikan semua aktivitasnya. Artinya dalam perusahaan tersebut sudah tidak ada lagi transaksi dengan pihak lain kecuali untuk urusan likuidasi.

Lantas bagaimana dengan tanggung jawab debitur pailit kepada kreditur? Adapun tanggung jawab ini juga bergantung dari apa hasil keputusan pailit. Pertama, tanggung jawab perusahaan yang dinyatakan pailit diwujudkan dengan dilakukannya disclosure atau keterbukaan terhadap pihak ketiga atas semua kegiatan perusahaan yang dinilai mempengaruhi kekayaan perusahaan.

Selanjutnya, debitur akan kehilangan segala hak perdatanya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan yang telah dimasukkan dalam harta pailit. Peraturan tentang “pembekuan” ini diatur pada pasal 22 Undang-Undang No. 37  tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tahun 2004. Pembekuan ini dilakukan sejak tanggal putusan pailit. Sejak itulah kewenangan debitur jadi terbatas.

Artinya, debitur pailit hanya mampu melakukan kegiatan atau perbuatan yang dapat menambah jumlah harta kekayaan atau disebut boedel pailit.  Namun jika apa yang hendak dilakukan debitur pailit tersebut malah dimungkinkan mengurangi harta pailit atau mendatangkan kerugian, kurator bisa meminta pembatalan. 

Pembatalan yang disebut Actio Pauliana ini sifatnya relatif dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan harta pailit. Tidak lebih dari itu. Peraturan ini telah diatur dalam pasal 41 UUK tahun 2004. Tujuan dari pembatalan adalah agar harta pailit tidak berkurang sehingga kreditur tidak dirugikan. 

Baca   Arbitrase: Pengertian, Kondisi dan Contohnya

Dalam undang-undang tahun 2004 tentang kepailitan juga terdapat aturan yang mengatur perbuatan hibah yang dilakukan debitur pailit. Hibah tersebut bisa dimintakan pembatalan kepada pengadilan jika kurator mampu memberikan bukti bahwa hibah yang dilakukan debitur mengakibatkan kerugian untuk kreditor. 

Selanjutnya, disebutkan pula pada pasal 43 undang-undang kepailitan tahun 2004 bahwa kurator tidak perlu melakukan pembuktikan apakah penerima hibah tahu atau tidak terkait tindakan hibah yang dilakukan debitur apakah nanti merugikan kreditur atau tidak.  Yang diperlukan disini hanyalah pembuktian dari kurator bahwa debitur mengetahui jika hibah tersebut mampu merugikan kreditur dan hibah tersebut dilakukan sebelum putusan pailit ditetapkan, yakni maksimal 1 tahun sebelum penetapan putusan pailit. 

Dalam pasal 45 UU No 37 tahun 2004 juga diatur pembatalan pembayaran utang yang dilakukan oleh debitur pailit karena adanya kecurigaan yang mungkin akan menguntungkan salah satu pihak kreditur. 

Jadi kesimpulannya, kepailitan akan mengakibatkan ruang gerak kewenangan debitur pailit menjadi kian terbatas khususnya dalam masalah harta kekayaan. Nantinya seluruh kewenangan tersebut akan dipindah tugaskan kepada kurator. Debitur pailit hanya dibolehkan melakukan perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan yang mampu mendatangkan keuntungan atau menambah harta pailit. 

Jika ada perbuatan hukum dari debitur pailit yang dianggap mampu merugikan kreditur, maka kurator disini berwenang meminta pembatalan. Debitur pailit juga wajib untuk melakukan konsultasi terkait dengan semua perbuatan hukum yang hendak dilakukannya kepada kurator. 

Butuh Jasa Kepailitan

Butuh Layanan dengan Tim Kami, Chat langsung!

Portofolio Kami

Share Yuk