Lompat ke konten
Beranda » News » Penyebab Hak Atas Harta Gono-Gini Bisa Gugur

Penyebab Hak Atas Harta Gono-Gini Bisa Gugur

Penyebab Hak Atas Harta Gono Gini Bisa Gugur

Dalam hukum keluarga di Indonesia, harta gono-gini adalah harta yang didapat selama pernikahan dan menjadi milik bersama suami istri. Saat terjadi perceraian, biasanya harta ini dibagi dua.

Namun, ada beberapa kondisi yang bisa membuat salah satu pihak kehilangan haknya atas harta bersama. Hal ini kadang jadi sumber masalah yang rumit. Memahami apa saja penyebab gugurnya hak sangat penting supaya kedua pihak bisa tetap adil dan hak masing-masing terjaga setelah bercerai. Artikel ini akan membahas penyebab-penyebab utama seseorang bisa kehilangan hak atas harta gono-gini berdasarkan aturan hukum dan contoh putusan pengadilan yang sudah ada.

Apa Itu Harta Gono-Gini?

Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk tahu apa itu harta gono-gini menurut hukum. Harta bersama diatur di Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Untuk pasangan Muslim, aturan ini juga diperkuat dalam Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebut harta bersama adalah semua harta yang didapat dari usaha suami atau istri selama pernikahan.

Jadi, semua kekayaan yang didapat setelah menikah masuk ke dalam harta bersama, meskipun hanya atas nama salah satu pasangan. Kalau tidak ada perjanjian lain sebelum menikah, semua penghasilan selama menikah dianggap milik berdua. Jika kemudian terjadi perceraian, masing-masing pihak berhak atas setengah dari harta tersebut.

Faktor-Faktor yang Dapat Menggugurkan Hak Harta Gono-Gini

Walaupun pembagian harta bersama biasanya 50:50, dalam situasi tertentu pengadilan bisa menentukan pembagian lain. Bahkan, hak seseorang bisa saja hilang sama sekali. Berikut beberapa penyebab umumnya.

1. Zina sebagai Alasan Perceraian

Salah satu alasan utama yang bisa menyebabkan hak atas harta bersama hilang adalah jika salah satu pasangan terbukti berzina. Selain melanggar norma, zina juga punya dampak hukum dalam keluarga.

Jika perceraian terjadi karena zina dan bisa dibuktikan di pengadilan, pihak yang berzina bisa kehilangan hak atas bagian hartanya. Menurut Pasal 136 ayat (2) KHI):

“Apabila perkawinan putus karena salah satu pihak melakukan zina, maka pihak yang lain dapat meminta agar bagian dari harta bersama dari pihak pezina itu diserahkan kepada anak-anaknya.”

Artinya, hakim dapat memutuskan agar bagian harta pihak yang berzina diserahkan pada anak-anak untuk kepentingan mereka.

Cara Membuktikan Zina di Pengadilan
Tuduhan zina harus dibuktikan dengan jelas dan sah. Bukti yang bisa digunakan misalnya:

  • Saksi: Setidaknya dua orang saksi yang melihat langsung.
  • Pengakuan: Jika pelaku zina mengaku dengan sukarela.
  • Bukti Lain: Contoh seperti rekaman, foto, atau chat yang bisa dipertanggungjawabkan.

Tanpa bukti yang kuat, tuduhan zina tidak bisa dijadikan dasar untuk menggugurkan hak atas harta bersama.

2. Boros dan Suka Berjudi

Kelakuan boros dan sering berjudi hingga membuat keuangan keluarga rusak juga bisa menjadi alasan hakim untuk mengurangi atau mencabut hak atas harta bersama. Ini dianggap sebagai tindakan tidak bertanggung jawab yang membahayakan keuangan rumah tangga.

Pasal 94 KHI mengatakan, suami atau istri tidak boleh menjual atau memakai harta bersama tanpa persetujuan pasangannya. Kalau salah satu pihak menghabiskan uang/ harta bersama untuk kepentingan pribadi yang sia-sia, seperti berjudi, ini jelas melanggar aturan.

Di pengadilan, pihak yang dirugikan harus membuktikan bahwa:

  • Pasangannya memakai atau menghabiskan harta bersama sembarangan.
  • Semua tindakan ini dilakukan tanpa sepengetahuan dan merugikan keluarga.
  • Perilaku buruk ini terjadi berkali-kali selama pernikahan.

Jika terbukti, hakim bisa saja memutuskan pihak yang boros atau berjudi hanya mendapat bagian lebih kecil dari harta bersama, bahkan bisa juga tak mendapat bagian sama sekali jika kerugiannya memang besar.

3. Pemabuk dan Pecandu Narkoba yang Sulit Disembuhkan

Sama seperti pemborosan, kecanduan minuman keras atau narkoba juga bisa menjadi alasan gugurnya hak atas harta gono-gini. Kecanduan ini dianggap sebagai kelalaian tugas dalam rumah tangga.

Menurut Pasal 116 huruf (e) KHI dan Pasal 19 huruf (d) PP No. 9 Tahun 1975, jika perceraian terjadi karena salah satu pihak kecanduan berat (alkohol atau narkoba), hakim boleh menilai siapa yang layak mendapat bagian dari harta bersama.

Orang yang kecanduan biasanya tidak membantu keuangan keluarga, bahkan justru memakai harta yang ada. Karena itu, hakim bisa memutuskan ia tidak pantas mendapat bagian yang sama. Untuk membuktikannya, biasanya perlu:

  • Keterangan saksi, misalnya keluarga atau teman.
  • Bukti medis atau catatan rehabilitasi.
  • Bukti pengeluaran keuangan yang berkaitan dengan kecanduannya.

4. Meninggalkan Pasangan Tanpa Izin (Nusyuz)

Menurut hukum Islam, jika istri meninggalkan rumah tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah, ini disebut nusyuz atau membangkang. Nusyuz biasanya membuat istri kehilangan hak untuk mendapat nafkah.

Meskipun biasanya nusyuz hanya membuat istri tidak dapat nafkah, kadang putusan pengadilan juga mempertimbangkan ini dalam pembagian harta bersama. Alasannya, jika istri meninggalkan kewajibannya dalam keluarga, kontribusinya dianggap berkurang.

Namun, hal ini sangat tergantung pada penilaian hakim. Bila istri keluar rumah karena alasan yang benar, misalnya untuk menghindari KDRT, maka tindakan itu tidak dianggap nusyuz.

Studi Kasus dan Yurisprudensi

Supaya lebih jelas, beberapa putusan Mahkamah Agung menegaskan prinsip-prinsip di atas.

Misalnya, dalam Putusan No. 266 K/AG/1996, hakim memutuskan istri tidak berhak atas harta bersama karena dia meninggalkan keluarga dan hidup bersama pria lain. Karena itulah, pengadilan menilai kontribusi istri terhadap harta bersama dianggap tidak ada.

Yurisprudensi lain juga sering menegaskan bahwa pembagian harta bersama tidak harus selalu 50:50. Hakim punya wewenang untuk menilai berdasarkan keadilan, kontribusi, dan kesalahan penyebab perceraian. Kalau salah satu pihak terbukti merugikan keluarga, baik secara moral atau materi, pembagian bisa disesuaikan.

Langkah yang Harus Diambil

Kalau Anda mengalami situasi seperti di atas dan khawatir hak Anda atas harta bersama terancam, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Kumpulkan Bukti yang Kuat: Simpan semua bukti penting, seperti catatan keuangan, foto, video, atau kesaksian orang sekitar. Bukti ini penting saat proses pengadilan.
  2. Konsultasi dengan Pengacara: Diskusikan masalah Anda dengan pengacara yang berpengalaman di bidang hukum keluarga. Pengacara akan membantu Anda memilih langkah hukum terbaik.
  3. Ajukan Gugatan dengan Alasan yang Jelas: Saat mengajukan gugatan cerai, pastikan alasan gugatan (seperti zina, boros, atau KDRT) didukung bukti yang cukup.
  4. Ajukan Permohonan Sita Marital: Untuk mencegah pasangan menjual atau mengalihkan harta bersama selama proses perceraian, Anda bisa meminta pengadilan agar melakukan sita marital.

Mempertahankan Keadilan Pasca-Perceraian

Pembagian harta gono-gini adalah salah satu hal terpenting setelah bercerai. Tujuan utamanya adalah keadilan. Keadilan tidak selalu berarti pembagian sama rata karena hakim bisa mempertimbangkan sikap dan peran masing-masing pihak selama menikah.

Tindakan seperti zina, boros, kecanduan, atau meninggalkan keluarga tanpa alasan wajar bukan hanya merusak rumah tangga, tapi juga bisa membuat hak atas harta bersama hilang.

Dengan tahu aturan dan contoh putusan pengadilan, Anda bisa lebih siap memperjuangkan hak Anda sehingga keadilan benar-benar ditegakkan. Jika menghadapi situasi serupa, segera cari bantuan hukum agar hak Anda dan anak-anak tetap terlindungi.

Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Yurisprudensi Mahkamah Agung terkait Pembagian Harta Bersama.

Penulis