Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian pekerja dari suatu perusahaan dikarenakan kondisi tertentu. Sesuai aturan dalam UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK adalah kondisi berakhirnya hubungan kerja karena suatu hal, sehingga membuat berakhirnya segala hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha. Untuk prosedur PHK menurut UU No 13 tahun 2003 juga sudah tertuang di sana.
Umumnya sebelum melakukan PHK, perusahaan akan menyampaikan sejumlah alasan yang menjadi alasan dasar berakhirnya hubungan kerja antara kedua belah pihak. Selain itu, perusahaan nantinya juga wajib memberikan uang pesangon sebagai salah satu hak terakhir milik pekerja sebelum benar-benar keluar.
Prosedur PHK Menurut UU No 13 Tahun 2003
Perlu diketahui, bahwa PHK sejatinya juga bukan sekedar berkaitan dengan uang pesangon, namun termasuk dalam penyelesaian perselisihan sesuai dengan aturan ketenagakerjaan. Untuk pesangon pegawai tetap (PKWTT) non pegawai kontrak (PKWT) sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 40 ayat (1).
Dalam pasal ini dijelaskan, bahwa perusahaan yang melakukan PHK, wajib baginya untuk membayar uang pesangon atau uang penghargaan semasa bekerja. Sementara dalam Pasal 61 UU Nomor 13 Tahun 200 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, perjanjian kerja dapat berakhir apabila sudah memenuhi ketentuan berikut.
- Berakhirnya kontrak kerja dalam jangka waktu tertentu.
- Karyawan meninggal dunia.
- Terdapat kejadian atau keadaan tertentu yang tercantum dalam perjanjian kerja, sehingga menyebabkan hubungan kerja berakhir.
- Berakhirnya suatu pekerjaan tertentu.
- Terdapat penetapan lembaga penyelesaian terkait perselisihan hubungan industrial yang memiliki kekuatan hukum.
Prosedur PHK Karyawan Tetap Berdasarkan Undang-Undang
Prosedur PHK terhadap Karyawan Tetap berdasarkan undang undang yang berlaku dapat melalui beberapa hal berikut.
1. Tahap Musyawarah
Musyawarah sangat penting dilakukan antara karyawan dan perusahaan agar bisa mendapatkan jalan tengah terbaik dari rencana pemutusan hubungan kerja tersebut. Yang paling umum terjadi ketika bermusyawarah di sini adalah perselisihan terkait jumlah uang pesangon yang diberikan perusahaan kepada karyawan.
2. Tahap Mediasi dengan Disnaker
Apabila dalam proses musyawarah antara pekerja dan perusahaan masih belum bisa mendapatkan jalan tengahnya, maka bisa melakukan mediasi bersama dengan pihak ketiga atau Dinas Tenaga Kerja terkait.
3. Tahap Mediasi Hukum
Mediasi juga bisa ditempuh melalui jalur hukum di pengadilan apabila masih belum ada kesepakatan dari mediasi yang telah dibantu oleh pihak ketiga atau departemen yang berwenang. Permohonan mediasi di pengadilan bisa diajukan melalui surat permohonan secara tertulis.
4. Tahap Perjanjian Bersama
Apabila kedua belah pihak, baik pekerja maupun perusahaan menyetujui keputusan PHK, maka bisa diteruskan dengan menandatangani perjanjian bersama.
5. Tahap Memberikan Uang Pesangon
Apabila perjanjian sudah ditandatangani, prosedur yang harus dilaksanakan berikutnya adalah memberikan uang pesangon yang sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan.
Jenis-Jenis PHK Karyawan Tetap
Pemutusan hubungan kerja bagi karyawan tetap di Indonesia juga ada terdapat beberapa jenis, yaitu.
1. PHK dengan Alasan Melanggar Perjanjian Kerja
Ini adalah kondisi dimana pekerja atau karyawan melanggar perjanjian kerja atau juga bisa dikarenakan mengundurkan diri sebelum masa kontrak kerja habis.
2. PHK dengan Alasan Kesalahan Berat
Kesalahan berat yang dimaksud adalah jika dilakukan oleh karyawan atau pekerja, sehingga membuat kerugian kepada perusahaan atau tempatnya bekerja. Hal ini bisa berupa tindakan-tindakan yang melawan hukum seperti penganiayaan antar rekan kerja, korupsi, penipuan hingga membocorkan rahasia perusahaan.
3. PHK dengan Alasan Hukum
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan hukum disini bisa disebabkan oleh perjanjian kerja, pensiun hingga meninggal dunia.
4. PHK karena Terdapat Kondisi Tertentu
Terakhir adalah jenis PHK dengan kondisi tertentu. Yang dimaksud disini bisa disebabkan oleh perusahaan yang mengalami pailit, merugi, karyawan sakit lama dan atau juga bisa karena perusahaan ingin melakukan efisiensi.
Ketentuan Undang-Undang Terkait PHK Karyawan Tetap
Terdapat pula sejumlah UU yang mengatur tentang PHK karyawan tetap ini. Berikut adalah beberapa pasal atau UU yang mengaturnya.
1. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 151 tentang Ketenagakerjaan
Pada dasarnya, Pasal 151 ini adalah sebuah upaya untuk melindungi para pekerja supaya tidak terkena PHK secara sepihak. Untuk aturan yang terdapat dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 151 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut.
- Apabila antara pengusaha dengan pekerja terjadi ketidaksepakatan, maka pemutusan hubungan kerja bisa dilakukan setelah ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PHI).
- Untuk PHK yang tidak bisa dihindari, maka wajib bagi pengusaha untuk memberitahukan maksud serta alasan terjadinya PHK kepada pekerja atau buruh tersebut.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial
PHK merupakan salah satu bentuk PHK yang telah diatur dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang didalamnya berisi tentang.
- Penyelesaian perselisihan secara konsiliasi maupun arbitrase.
- Waktu maksimal penyelesaian tugas mediator adalah 30 hari kerja.
- Penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh mediator baru terlaksana apabila para pihak terkait tidak memilih konsiliasi maupun arbitrase dalam rentan waktu 7 hari kerja.
- Penilaian kinerja konsiliator akan dilakukan oleh pejabat atau menteri yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
3. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Pasal 52 tentang Pengupahan
PP No. 78 Tahun 2015 Pasal 52 tentang Pengupahan ini mengatur tentang peninjauan kerja yang meliputi perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan. Peninjaun sendiri dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan hidup maupun untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Terkait PHK
Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial tentang PHK ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yaitu mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Berikut adalah penjelasan selengkapnya.
1. Mediasi
Mediasi umumnya dilakukan melalui musyawarah dengan dimediasi oleh satu atau dua orang mediator yang netral. Mediator akan mendengarkan tuntutan masing-masing pihak yang berselisih dan mencarikan jalan tengah berdasarkan kemauan semua pihak.
2. Konsiliasi
Konsiliasi juga bisa dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan PHK, perselisihan antar pekerja atau buruh dan perselisihan kepentingan.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu alternatif dalam menyelesaikan perselisihan PHI yang juga bisa digunakan untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan maupun antar serikat buruh atau pekerja.
PHK memang sering menimbulkan perselisihan antara perusahaan dan para pekerja yang tidak jarang dapat berakibat terjadinya tindakan kriminal. Untuk itu, prosedur PHK menurut UU No 13 Tahun 2003 yang memiliki kekuatan hukum yang kuat, sebaiknya diaplikasikan sebaik mungkin agar terhindar dari segala hal yang tidak diinginkan.
Jika Anda adalah salah satu pihak yang berselisih, konsultasikan masalah Anda dengan BURS Advocates. Kami akan mendampingi dan mengawal Anda selama proses persidangan untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul karena adanya PHK.