Hak Retensi dalam Etika Profesional: Peran Advokat dan Tanggung Jawab Etis

Hak Retensi dalam Etika Profesional: Peran Advokat dan Tanggung Jawab Etis

Konsep hak retensi dalam tindakan pemberian wewenang dijelaskan dalam Pasal 1812 KUHPerdata. Pasal ini menyatakan bahwa penerima wewenang berhak menahan kepemilikan yang dimiliki oleh pemberi wewenang hingga segala yang harus dibayarkan kepada penerima wewenang akibat pemberian wewenang telah dibayar lunas.

Hak retensi juga merupakan konsekuensi logis dari surat kuasa, yang sering mengandung kalimat seperti, “Kuasa ini diberikan dengan hak untuk mentransfer (substitusi) sebagian atau seluruhnya dari wewenang ini kepada orang lain, serta hak retensi.” Hak retensi dapat dimiliki oleh beberapa pihak, termasuk di dalamnya profesi advokat yang menerima wewenang dari klien mereka. Advokat dapat menggunakan hak retensi jika ada kewajiban yang belum dipenuhi oleh klien sebagai pemberi wewenang kepada penerima wewenang atau advokat itu sendiri. 

Dalam situasi semacam ini, advokat memiliki hak untuk menahan kepemilikan klien. Penahanan yang dilakukan oleh advokat dapat berupa menahan berkas atau dokumen kasus hingga klien atau pemberi wewenang memenuhi kewajiban, seperti membayar honorarium. Namun, penting dicatat bahwa advokat tidak boleh menggunakan hak retensi tanpa batasan. Ada catatan yang mengatur hak retensi advokat, yang diakui selama tidak disalahgunakan.

Menimbulkan dampak merugikan bagi kepentingan klien dikarenakan hal tersebut merupakan suatu aspek yang tercermin dalam kode etik yang dianut oleh advokat.

Kode etik advokat diatur menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, terutama pada Bagian IX yang berfokus pada Kode Etik dan Dewan Kehormatan Advokat, dengan ketentuan antara Pasal 26 hingga Pasal 27 yang meliputi:

  1. Pentingnya menjaga martabat dan kehormatan dalam praktik profesi advokat tunduk pada aturan kode etik yang telah dirumuskan oleh Organisasi Advokat.
  2. Kewajiban untuk mematuhi dan mentaati kode etik serta regulasi yang terkait dengan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat menjadi tanggung jawab utama para advokat.
  3. Pentingnya memastikan bahwa kode etik profesi advokat tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku di negara.
  4. Tugas pengawasan pelaksanaan kode etik profesi advokat menjadi kewenangan Organisasi Advokat.
  5. Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memiliki tanggung jawab dalam memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik advokat, dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
  6. Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak memiliki dampak pada aspek tanggung jawab pidana, terutama jika pelanggaran kode etik advokat melibatkan unsur-unsur tindakan pidana.
  7. Rincian terkait prosedur pemeriksaan dan tahapan proses pengadilan terhadap pelanggaran kode etik advokat akan dijelaskan dalam Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
  8. Dalam rangka menjalankan fungsi ini, Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat di tingkat pusat maupun daerah.
  9. Pada tingkat daerah, Dewan Kehormatan memiliki tanggung jawab dalam mengadili kasus pada tingkat pertama, sementara Dewan Kehormatan di tingkat pusat akan bertindak sebagai instansi banding dan tingkat akhir dalam proses pengadilan.
  10. Dewan Kehormatan Organisasi Advokat terdiri dari anggota yang merupakan bagian integral dari komunitas advokat.
  11. Saat menjalani proses pengadilan, pengaturan komposisi majelis menggabungkan elemen dari Dewan Kehormatan, pakar atau ahli hukum, dan tokoh masyarakat yang dibentuk oleh Dewan Kehormatan.
  12. Persyaratan lain terkait struktur, susunan, tugas, dan wewenang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat akan dijelaskan dalam Kode Etik.
Baca   Biaya Pendaftaran Merek Dagang

Hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh advokat :

Hak dan tanggung jawab ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, terutama dalam Bab IV dan V, yang mencakup hal berikut:

  1. Advokat memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat ketika berada dalam proses pembelaan di pengadilan, tetapi tetap harus mematuhi kode etik profesi dan peraturan hukum yang berlaku.
  2. Dalam menjalankan tugas pembelaan yang menjadi tanggung jawabnya, advokat memiliki kebebasan namun tetap berkewajiban untuk mematuhi kode etik profesi dan peraturan yang ada.
  3. Advokat yang bertindak sebagai kuasa hukum dengan niat baik dalam membela hak hukum klien tidak dapat diadili dalam konteks perdata atau pidana.
  4. Ketika melaksanakan tugas profesinya, advokat memiliki hak untuk mengakses informasi, data, atau dokumen yang diperlukan, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang relevan dengan kebutuhan pembelaan klien, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  5. Dalam menjalankan tugasnya, advokat diwajibkan untuk tidak bersifat diskriminatif. Selain itu, status klien tidak boleh menjadi dasar identifikasi advokat ketika sedang membela klien.
  6. Semua informasi dan data harus dijaga kerahasiaannya oleh advokat, sesuai dengan kewajiban profesinya, kecuali jika ada ketentuan lain dalam undang-undang. Advokat juga memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan klien, termasuk dokumen dan berkas yang dilindungi, bahkan dalam situasi penyitaan atau. Pengawasan dan perlindungan terkait tindakan penyadapan terhadap sarana komunikasi yang dimiliki oleh advokat.
  7. Advokat dilarang mengemban posisi lain yang tidak sejalan dengan tanggung jawab dan karakter profesinya. Juga, advokat tidak diizinkan menduduki jabatan lain yang mengandung unsur pelayanan yang signifikan sehingga mengakibatkan hilangnya kebebasan dan independensi dalam menjalankan tugas profesi. Advokat yang memiliki peran sebagai pejabat pemerintah tidak diizinkan untuk menjalankan praktik advokasi selama masa jabatannya.
  8. Advokat berhak menerima honorarium atas layanan hukum yang telah diberikan.
Baca   Contoh Format Kontrak Kerja Karyawan dan Hal yang Perlu Diperhatikan

Kepentingan Utama Hak Retensi

Fakta bahwa advokat berhak atas honorarium sebagai balasan atas layanan hukum yang diberikan kepada klien, menunjukkan bahwa hak advokat terkait honorarium telah dijamin oleh perundangan yang berlaku dan menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak retensi muncul sebagai hasil yang wajar apabila honorarium dari pemberi kuasa tidak diterima oleh advokat yang menjadi penerima kuasa. Keberadaan hak retensi memiliki urgensi yang signifikan dalam perspektif hukum, termasuk:

  1. Perlindungan Kepentingan Penerima Kuasa: Hak retensi memberikan perlindungan kepada penerima kuasa, terutama dalam hal pembayaran jasa atau kewajiban lain yang timbul akibat pemberian kuasa. Dengan hak retensi, penerima kuasa dapat menahan kepemilikan pemberi kuasa sampai hak-hak penerima kuasa terpenuhi oleh pemberi kuasa.
  2. Mendorong Pemenuhan Kewajiban: Hak retensi berperan sebagai dorongan bagi pemberi kuasa untuk memenuhi kewajiban yang telah disepakati. Dalam konteks advokat, hak retensi digunakan untuk menahan dokumen-dokumen kasus klien jika honorarium belum dibayarkan. Ini bertujuan untuk mendorong pemberi kuasa untuk segera memenuhi kewajiban pembayaran demi kepentingan kedua belah pihak.
  3. Mempertahankan Integritas Profesi: Hak retensi advokat, contohnya, diatur dalam kode etik profesi advokat. Ini membantu menjaga integritas dan standar etis dalam praktek advokasi, sehingga mencegah terjadinya potensi penyalahgunaan atau pelanggaran dalam hubungan advokat-klien.Keberadaan hak retensi menjadi sebuah mekanisme penting dalam menjaga hubungan profesional antara advokat dan klien, serta mendukung integritas dan transparansi dalam praktik hukum. Keahlian profesional advokat dalam menjalankan tanggung jawabnya. Pengakuan terhadap hak retensi ini tunduk pada ketentuan bahwa hak tersebut tidak boleh merugikan kepentingan klien.
  4. Menyediakan kepastian hukum: hak retensi memberikan jaminan hukum kepada penerima kuasa saat melaksanakan tugasnya. Dengan adanya hak retensi yang diatur oleh perundangan, penerima kuasa memiliki pijakan hukum yang solid untuk menahan kepemilikan pemberi kuasa sampai kewajiban terpenuhi.

Lalu, bagaimana jika pemberi kuasa atau klien tidak melakukan pembayaran atas honorarium penerima kuasa, atau dalam hal ini advokat? Dalam situasi seperti ini, umumnya advokat akan mengambil langkah untuk menagih klien dengan mengirimkan surat tagihan yang dikenal sebagai Invoice, serta mengeluarkan faktur pajak PPN yang ditujukan kepada klien. Idealnya, pembayaran honorarium sebaiknya diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari 60 hari sejak surat tagihan dikirimkan. Namun, dalam praktiknya, pembayaran seringkali dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 90 hari setelah surat tagihan dikirim.

Baca   Memahami Sistem Pembagian Hak Asuh Anak Sesuai dengan Undang-Undang

Pasal 1967 KUHPerdata juga mengatur mengenai masa kadaluwarsa untuk menagih utang dari klien. Oleh karena itu, jika advokat telah memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam kontrak layanan advokat, dan telah lebih dari 90 hari sejak surat tagihan diterima namun klien tetap tidak membayar honorarium, maka advokat memiliki dasar hukum untuk mengajukan tuntutan hukum atas dasar wanprestasi.

FAQ Hak Retensi

Apa yang Dimaksud dengan Hak Retensi dalam Konteks Etika Profesional?

Hak retensi adalah hak yang dimiliki oleh penerima wewenang (misalnya, advokat) untuk menahan kepemilikan yang dimiliki oleh pemberi wewenang (misalnya, klien) hingga segala kewajiban yang harus dibayarkan kepada penerima wewenang telah dilunasi.

Bagaimana Advokat Menggunakan Hak Retensi?

Advokat dapat menggunakan hak retensi dengan menahan dokumen atau berkas kasus klien jika kewajiban seperti pembayaran honorarium belum dipenuhi oleh klien. Namun, penggunaan hak retensi harus sesuai dengan batasan etis dan tidak boleh disalahgunakan.

Apa yang Diatur dalam Kode Etik Advokat Terkait dengan Hak Retensi?

Kode Etik Advokat, diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, mengatur bahwa advokat harus menjaga martabat dan kehormatan dalam praktik profesi, serta mematuhi kode etik dan regulasi yang terkait. Hak retensi harus digunakan dengan memperhatikan integritas dan kepentingan klien.

Apa Tanggung Jawab Utama Advokat dalam Menggunakan Hak Retensi?

Tanggung jawab utama advokat dalam menggunakan hak retensi termasuk menjaga integritas profesi, memastikan bahwa kewajiban klien dipenuhi, serta menghindari dampak merugikan bagi kepentingan klien. Advokat juga harus mematuhi prosedur dan regulasi yang berlaku terkait dengan hak retensi.

Bagaimana Jika Klien Tidak Membayar Honorarium kepada Advokat?

Jika klien tidak membayar honorarium kepada advokat, advokat dapat mengambil langkah-langkah untuk menagih klien, termasuk dengan mengirimkan surat tagihan dan faktur pajak. Jika pembayaran tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan, advokat memiliki dasar hukum untuk mengajukan tuntutan hukum atas dasar wanprestasi.

Mengapa Hak Retensi Penting dalam Etika Profesional Advokat?

Hak retensi penting karena memberikan perlindungan kepada advokat dalam memastikan bahwa kewajiban klien dipenuhi, mendorong pemenuhan kewajiban oleh klien, menjaga integritas profesi, dan menyediakan kepastian hukum bagi advokat saat melaksanakan tugasnya.

Butuh Konsultasi Hukum

Portofolio

Share Yuk!