Lompat ke konten
Home » News » Jika Aset Pailit Tidak Cukup? Apa yang Harus Dilakukan

Jika Aset Pailit Tidak Cukup? Apa yang Harus Dilakukan

Mengajukan pinjaman pada kreditur merupakan hal yang umum dilakukan perusahaan dalam menjalankan bisnis. Hal ini adalah salah satu upaya untuk perkembangan dan mempertahankan bisnis agar tetap bisa bersaing dengan lainnya. Sayangnya, meski sudah mendapatkan pinjaman, tidak jarang bisnis masih tetap belum bisa berkembang sesuai harapan dan menyebabkan pailit. Disinilah timbul banyak pertanyaan, terkait objek apa saja yang bisa diajukan kepailitan.

Apa yang Dimaksud Kepailitan?

Menurut pasal 1 angka 1 di dalam UU Nomor 37 tahun 2004, kepailitan adalah sebuah proses yang berupa runtutan langkah dan telah diatur oleh undang-undang yang berlaku. Proses ini mulai dari permohonan hingga adanya putusan pailit. Perusahaan yang sedang mengalami kondisi pailit seperti ini, biasanya akan melakukan segala cara agar hutang-hutangnya bisa tertutup.

Terdapat cara yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah ini sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 2004. Apabila hutang sudah jatuh tempo, sementara perusahaan masih belum menjalankan kewajibannya, maka perusahaan tersebut bisa mengajukan permohonan kepada Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau permohonan tentang pailit.

Permohonan ini bisa diajukan oleh salah satu kreditur atau bisa juga secara sukarela (volunteer). Status kepailitan ini bisa mulai berlaku apabila Hakim Pengadilan Niaga telah membacakan amar putusan pailit. Saat putusan tersebut, pengadilan akan menunjuk seorang atau lebih kurator yang nantinya akan melakukan tugas terkait pengurusan maupun pemberesan semua aset dari debitur yang pailit.

Kepailitan juga memiliki sebuah akhir atau penyelesaian dan penyelesaian akhir dari pailit ini adalah berakhirnya kepailitan. Karena ini adalah masalah antara dua pihak yang debitur dan kreditur, maka berakhirnya pailit tentu dengan perdamaian. Hal ini seperti yang tertuang dalam pasal 166 UU No. 37/2004 yang menegaskan jika kepailitan akan berakhir jika ada pengesahan perdamaian. 

Insolvensi (Pemberesan Harta Pailit)

Ketika debitur dinyatakan pailit, maka langkah yang akan segera dilakukan adalah pemberesan harta pailit. Sesuai yang tertuang pada pasal 57 ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 terkait PKPU, yang dimaksud insolvensi di sini adalah keadaan tidak mampu untuk membayar. Insolvensi ini bisa terjadi karena tidak adanya penawaran perdamaian.

Jika ketika rapat pencocokan utang piutang tidak ada perdamaian atau jika perdamaian ditolak, kurator atau kreditur yang hadir dalam rapat tersebut bisa terus mengusulkan supaya perusahaan yang dimiliki debitur telah pailit. Pemanggilan kepada kreditur oleh kurator ini diberikan jangka waktu minimal 10 hari sebelum diadakannya rapat. Atas permohonan dari kreditur atau kurator, maka hakim pengawas bisa memberi perintah supaya operasional perusahaan dihentikan. 

Terkait objek apa saja yang bisa diajukan kepailitan, dengan adanya insolvensi ini, maka kurator bisa mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta di kondisi pailit ini seperti.

  • Melakukan tindakan pelelangan terhadap seluruh harta pailit serta menagih utang piutang milik debitur pailit yang kemungkinan ada di pihak ketiga. Kondisi ini terjadi jika penjualan dari harta pailit bisa saja dilakukan di bawah tangan sesuai persetujuan dari Hakim Pengawas.
  • Membuat daftar yang berisikan pembagian dengan meliputi jumlah uang yang diterima maupun yang keluar selama pailit, pembayaran yang dilakukan terhadap tagihan tersebut dan sejumlah nama kreditur dan tagihan yang telah disahkan.
  • Melanjutkan pengelolaan perusahaan yang sekiranya menguntungkan dari debitur pailit dengan persetujuan dari hakim pengawas.
  • Melakukan pembagian semua harta pailit yang sudah dilelang maupun yang diuangkan.

Berakhirnya Kepailitan atas Anjuran Hakim Pengawas

Tugas hakim pengawas memang untuk mengurus serta membereskan harta pailit yang dilakukan bersama-sama dengan kurator. Hal ini juga tersirat di dalam Pasal 66 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang PKPU. Disebutkan, bahwa pengadilan wajib untuk mendengarkan pendapat dari hakim pengawas sebelum menjatuhkan putusan terkait pengurusan serta pemberesan harta pailit. Hakim pengawas juga berhak memberikan saran ataupun masukan pada debitur pailit.

Berdasarkan anjuran dari hakim pengawas, pengadilan niaga juga bisa mencabut kepailitan dengan mempertimbangkan keadaan harta pailit. Dalam hal ini, jika harta yang dimiliki tidak cukup membayar biaya kepailitan, maka pengadilan yang berdasarkan usul dari Hakim Pengawas dan juga pertimbangan dari mendengarkan panitia kreditor sementara (jika ada), serta setelah memanggil secara sah atau mendengarkan keterangan dari debitur, sudah bisa mencabut putusan dari pernyataan pailit.

Dalam upaya tersebut, maka pengadilan niaga juga akan menetapkan berapa biaya kepailitan serta imbalan yang harus diberikan debitur kepada jasa kurator. Biaya ini juga harus tetap mengedepankan terlebih dahulu pembayaran untuk pembayaran utang yang tidak dijamin oleh agunan.

Putusan untuk pencabutan pernyataan pailit ini akan diumumkan Panitera Pengadilan melalui Berita Negara Republik Indonesia dan minimal melalui dua surat kabar harian. Putusan untuk pencabutan ini bisa diajukan kasasi atau dengan meninjau ulang kembali. Saat pencabutan pernyataan pailit ini diumumkan lagi menjadi permohonan pernyataan pailit, selanjutnya debitur selaku pemohon harus memberi bukti telah memiliki cukup harta untuk membayar kepailitan.

Akur atau Perdamaian

Perdamaian tentu saja hal paling bijak yang harus ditawarkan oleh kedua belah pihak. Khususnya untuk ranah perdata sebagaimana pada hukum acara perdata bersumber dari HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yang menyatakan untuk menyelesaikan segala perkara harus mengupayakan perdamaian terlebih dahulu.

Untuk kasus kepailitan, hakim tidak akan memberikan penawaran perdamaian terlebih dahulu karena waktu yang sangat terbatas untuk mengambil keputusan. Perdamaian memang tidak memungkinkan bisa terjadi. Pasalnya, media untuk hukum acara perdata bisa dilakukan minimal selama 40 hari dengan perpanjangan waktu selama 14 hari. Sementara waktu maksimal yang diberikan untuk hakim memberikan keputusan adalah 60 hari.

Kepailitan yang berujung perdamaian atau akur merupakan berakhirnya perantaraan hakim pengadilan. Perdamaian ini umumnya juga berisi tentang beberapa kemungkinan seperti.

  • Debitur pailit memberi penawaran untuk membayar untuk sesuatu persentase dimana sisanya dianggap lunas kepada kreditur.
  • Debitur meminta penundaan pembayaran dan dibolehkan mengangsur hutang, namun ini tidaklah lazim terjadi.
  • Debitur pailit menyiapkan bundel untuk kreditur yang diperantarai seorang pemberes dan menjual bundle tersebut yang hasilnya akan dibagi antara kepada para pembebasan.
  • Debitur menawarkan pembayaran secara tunai sebesar 100%, namun ini juga jarang terjadi.

Sayangnya, penawaran pailit ini bisa diterima para kreditur dan tidak menutup kemungkinan hal ini mengalami penolakan. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Pasal 159 ayat 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang PKPU, dimana dalam pasal tersebut disebutkan, pengadilan wajib untuk melakukan penolakan terhadap pengesahan perdamaian jika terdapat beberapa hal berikut.

  1. Perdamaian tidak terjamin secara penuh
  2. Perdamaian tercipta karena adanya keuntungan yang tidak wajar atau dengan menggunakan cara yang tidak jujur yang dilakukan oleh seorang atau beberapa kreditur dengan mengesampingkan debitur pailit mengikutinya atau tidak.
  3. Kekayaan pailit ini merupakan segala jenis barang yang dihadapnya memiliki hak untuk menahan barang yang jumlahnya melebihi isi dari perjanjian perdamaian.

Jika rencana perdamaian ini tidak tercapai atau mendapat penolakan dari putusan yang memiliki kekuatan hukum, maka sesuai dengan Pasal 178 Ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang PKPU, harta pailit berada dalam keadaan insolvensi. Artinya, debitur pailit sudah tidak bisa menawarkan perdamaian kembali terhadap kondisi kepailitan tersebut.

Bagaimana Jika Aset Pailit Debitur Tidak Cukup untuk Melunasi Hutang?

Salah satu bentuk tanggung jawab dari debitur pailit tentang sisa utang yang masih belum lunas di dalam perkara kepailitan ialah menyediakan penanggung utang atau personal guarantee. Di dalam perjanjian personal guarantee disebutkan, bahwa guarantor merupakan pihak ketiga yang menanggung kewajiban debitur utama (debitur yang tertulis di perjanjian pokok) terhadap kreditur.

 Jika ditarik dari hubungan secara hukum, antara kreditur dan debitur memiliki kedudukan yang sama, yaitu sebagai pihak ketiga. Namun di sini, personal guarantor dengan sukarela memposisikan diri sebagai debitur terhadap kreditur, sehingga memiliki kedudukan sama.

Kedudukan yang sama inilah, di dalam perjanjian personal guarantee disebutkan juga untuk ikut bertanggung jawab terhadap seluruh kekayaan untuk pemenuhan perikatan pokok antara kreditur maupun debitur. Artinya, setelah debitur wanprestasi, maka kreditur mempunyai dua orang debitur yang bisa sama-sama ditagih untuk semua utang maupun pembayaran yang satu dan bisa membebaskan yang lainnya.

Sesuai yang tertuang pada Pasal 1820 KUHPer, tanggung jawab seorang guarantor adalah membayar utang debitur pada kreditur. Dalam pasal ini disebut bahwa guarantor akan bertanggung jawab apabila debitur tidak ataupun lalai dalam memenuhi perikatannya. 

Tujuannya tidak lain adalah untuk meyakinkan kreditur, bahwa debitur memiliki kemampuan dalam hal mengembalikan atau melunasi kredit yang telah diberikan kepadanya. Hal ini juga harus sesuai dengan perjanjian dan persyaratan kredit yang disepakati bersama.

Penentuan terhadap pembayaran yang ditanggung guarantor juga tidak lebih berat dari debitur yang memiliki tanggungan utang serta menyesuaikan keadaan dari penanggung. Jika guarantor ini dibebani tanggungan yang lebih berat dari perjanjian, itu artinya hanya sah untuk perjanjian pokok.

Pada situasi tersebut, kreditur akan memegang jaminan perorangan atau personal guarantee. Apabila harta debitor pailit dan tidak cukup melunasi utang, maka kreditur bisa menuntut harta dari guarantor dan ditarik menjadi harta pailit dengan nominal yang sesuai dengan ketentuan yang tertuang di dalam perjanjian.

Langkah Kreditur Jika Aset Debitur Tidak Cukup Dalam Proses Pailit

Dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang PKPU memberikan sebuah solusi apabila salah satu pihak tidak puas terhadap keputusan yang diberikan. Sesuai dengan yang sudah diatur di dalam Pasal 196 ayat 1 UU Nomor 37 tahun 2004 tentang PKPU. Setiap putusan pengadilan, kreditur atau kurator bisa mengajukan kasasi. Pelaksanaan kasasi ini juga sudah diatur di dalam pasal 11-13 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang PKPU.

Jadi, apakah kreditur bisa mengajukan banding jika aset pailit tidak cukup? Tentu bisa. Meskipun ada upaya hukum lanjutan, namun putusan pailit tingkat pertama tetap dilaksanakan. Sebab putusan pailit merupakan putusan yang sifatnya serta merta. Selain bisa diajukan untuk upaya kasasi, putusan pailit tersebut juga bisa diajukan untuk upaya hukum untuk peninjauan kembali.

Jika di tingkat kasasi putusan pailit dibatalkan, maka berakhir pula kepailitan bagi debitur. Dengan catatan, segala tindakan yang sudah dilakukan oleh kurator sebelum maupun ketika kurator menerima pemberitahuan terkait putusan pembatalan Mahkamah Agung (MA) tetap dianggap sah. 

Perlindungan yang diberikan untuk kreditur terhadap utang yang belum dibayarkan dari UUK PKPU sebenarnya dinilai kurang efektif karena waktu yang diberikan terlalu singkat. Inilah yang membuat kreditur harus mencari jalan keluar lain supaya piutang yang melilitnya bisa diatasi. Salah satunya adalah melalui upaya hukum dengan mempailitkan usaha baru dari debitur apabila debitur masih wanprestasi dan tidak melunasi utang meskipun telah ditagih secara baik.

Sayangnya, Langkah kreditur jika aset debitur tidak cukup dalam proses pailit ini juga masih kurang efektif. Sebab dalam pencocokan utang tidak hanya kreditur lama yang mengajukan piutang, namun semua kreditur. Hal ini juga terdapat dalam pasal 115 ayat 1 UUK PKPU, yang menyebut kreditur baru maupun kreditur biasa yang mempunyai jaminan atau kreditur yang didahulukan pembayaran juga memiliki hak untuk melakukan pencocokan utang.

Apabila cara ini masih juga belum berhasil, maka bisa menempuh jalur hukum lain. Upaya hukum merupakan salah satu cara yang diberikan seseorang dalam hal tertentu yang berlawanan dengan putusan yang dijatuhkan hakim. Upaya hukum ini bisa berupa gugatan wanprestasi lewat pengadilan atau bisa melalui arbitrase yang merupakan sebuah bentuk ajudikasi privat agar terhindar dari proses hukum di pengadilan.

Arbitrase ini adalah sebuah upaya dalam menyelesaikan masalah sengketa perdata berdasarkan kontrak arbitrase yang dibuat oleh pihak yang terlibat sengketa secara tertulis. Selain mengupayakan di jalur hukum, cara lain di luar pengadilan juga bisa ditempuh seperti dengan melakukan negosiasi, konsiliasi dan mediasi.

Kepailitan sangat mungkin berakhir dengan perdamaian, namun perdamaian ini juga harus dilakukan dengan adanya perjanjian antara para kreditur dengan debitur pailit agar bersedia terlebih dahulu membayar sebagian hutangnya. 

Sayangnya, tidak semua perdamaian ini bisa berjalan dengan baik. Untuk mengakhiri kepailitan bisa melalui rehabilitasi dan rehabilitasi ini bisa diterima jika kreditur sudah menerima pembayaran utang secara menyeluruh atau lunas.

FAQ Mengenai Kepailitan

Apa yang Dimaksud Kepailitan?

Kepailitan adalah proses hukum yang diatur oleh undang-undang dimulai dari permohonan hingga putusan pailit. Perusahaan yang pailit akan melakukan segala upaya untuk menyelesaikan hutangnya.

Apa yang Terjadi saat Aset Pailit Tidak Cukup?

Jika aset tidak mencukupi untuk melunasi hutang, kreditur dapat meminta pembayaran dari pihak ketiga yang memberikan jaminan atau personal guarantee.

Apa itu Insolvensi?

Insolvensi adalah keadaan di mana debitur tidak mampu membayar hutangnya. Ini dapat mengakibatkan pemberesan harta pailit.

Bagaimana Jika Perdamaian Ditolak?

Jika perdamaian ditolak, debitur tidak dapat menawarkan perdamaian lagi. Kreditur dapat menuntut harta dari personal guarantor untuk melunasi hutang.

Apakah Ada Cara Hukum Lain?

Ya, kreditur dapat mengajukan kasasi atau memulai proses hukum lain jika aset pailit tidak cukup. Ini termasuk gugatan wanprestasi, arbitrase, atau negosiasi.

Apa Peran Hakim Pengawas?

Hakim pengawas memiliki peran penting dalam menyelesaikan kepailitan, termasuk memberikan saran dan mengawasi pengurusan serta pemberesan harta pailit.

Apakah Kepailitan Selalu Berakhir dengan Perdamaian?

Tidak selalu. Kepailitan bisa berakhir dengan berbagai cara, termasuk melalui perdamaian, rehabilitasi, atau pencabutan pernyataan pailit.

Apa Langkah Kreditur Jika Aset Debitur Tidak Cukup?

Kreditur dapat mencari jalur hukum lain, meminta pembayaran dari personal guarantor, atau menuntut harta dari debitur pailit yang tidak cukup untuk melunasi utang.

Butuh Advokat Kepailitan Berpengalaman

Butuh Layanan dengan Tim Kami, Chat langsung!

Portofolio Kami

Share Yuk