Table of Contents
Pengertian Harta Gono-gini dan Aturan Pembagiannya Saat Perceraian
Sidang perceraian tidak semata-mata hanya memutus hubungan pernikahan antara pasangan suami dan istri. Lebih dari itu, ada hal lain yang juga turut diselesaikan, salah satunya perihal pembagian harta gono-gini. Tak jarang, pembagian harta gono-gini malah menjadi masalah yang pelik saat perceraian terjadi. Simak ulasan lebih lengkap mengenai harta gono-gini di bawah ini.
Harta Gono-gini Menurut Undang-Undang
Istilah harta gono-gini merujuk pada harta yang berhasil dikumpulkan oleh pasangan suami istri selama berumah tangga, sehingga menjadi hak bagi keduanya. Jika dilihat berdasarkan kacamata Undang-Undang Perkawinan Pasal 35 ayat (1), harta benda yang diperoleh selama perkawinan oleh pasangan suami istri menjadi harta bersama. Jadi harta gono-gini adalah harta bersama.
Masih berdasarkan pasal 35 UU Perkawinan tersebut disebutkan kalau sekiranya perkawinan putus, maka pembagian harta gono-gini atau harta bersama tersebut diatur menurut hukum masing-masing. Hukum masing-masing di sini bisa jadi berupa hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya.
Makna Harta Gono-gini dalam Islam
Dalam agama Islam, tidak ada penjelasan pasti mengenai harta gono-gini atau harta bersama yang dikumpulkan oleh pasangan suami istri di masa pernikahannya. Alih-alih mengatur soal harta gono-gini, dalam Islam dikenal yang namanya pemisahan antara harta milik suami dan harta milik istri.
Pembagian harta gono-gini dalam Islam hanya sebatas nafkah yang diberikan oleh suami pada istri, bukannya harta secara keseluruhan milik suami. Jika sekiranya terjadi perceraian, maka pembagiannya akan berdasarkan masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan hukum Islam yang berlaku.
Jika sekiranya selama menikah ada harta bersama yang tidak dimiliki baik oleh suami ataupun istri, maka pembagiannya akan didasarkan pada pasal 97 UU Perkawinan. Pasal ini menyatakan kalau janda atau duda akibat perceraian akan memperoleh setengah dari harta bersama, selama masih belum ada perjanjian perkawinan yang mengatur hal tersebut.
Berikut Pembagian Harta Gono Gini Sesuai dengan Peratutan Perundangan:
1. Pembagian Harta Gono-gini untuk Anak
Bisakah anak memperoleh pembagian harta gono-gini sekiranya orang tuanya bercerai? Jawabannya adalah bisa. Pembagian harta gono-gini untuk anak bisa terlaksana jika sekiranya pasangan suami istri telah membuat perjanjian pra-nikah atau prenuptial agreement, yang mengatur bahwa anak juga berhak atas harta bersama selama masa pernikahan orang tuanya.
Terkait besaran harta gono-gini yang nantinya diterima oleh anak, tentu sesuai dengan yang telah tercantum dalam perjanjian pra-nikah tersebut. Patut diketahui kalau harta gono-gini untuk anak ini bisa berlaku jika anak sudah berusia lebih dari 18 tahun. Jika usia anak belum mencapai 18 tahun, maka harus menggunakan surat wasiat.
2. Pembagian Harta Gono-gini Jika Istri Menggugat Cerai
Jika proses perceraian dilakukan atas dasar gugatan yang dilayangkan oleh pihak istri, apakah istri masih berhak menerima pembagian harta gono-gini? Pada situasi seperti ini, istri yang melayangkan gugatan cerai tetap berhak mendapatkan pembagian harta bersama atau harta gono-gini, selama tidak ada perjanjian pemisahan harta sebelumnya antara pasangan tersebut.
Lantas, bagaimana pembagian harta gono-gini jika istri menggugat cerai? Terkait besarannya ini, tidak ada nilai yang pasti. Pembagian harta gono-gini di situasi istri yang melayangkan gugatan sama dengan pembagian harta gono-gini pada umumnya, yakni didasarkan atas musyawarah, keputusan hakim, ataupun hukum adat yang berlaku.
3. Pembagian Harta Gono-gini untuk Istri yang Tidak Bekerja
Sebelumnya disebutkan kalau harta gono-gini merujuk pada harta bersama yang diperoleh suami maupun istri selama masa pernikahan. Namun, bagaimana jika di masa pernikahan itu istri tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan sendiri? Pada situasi seperti ini, di mana hanya suami saja yang bekerja, istri tersebut tetap berhak untuk mendapatkan pembagian harta gono-gini.
Perlu diketahui, harta bersama merujuk pada harta yang diperoleh selama masa pernikahan. Walaupun istri tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan sendiri selama berumah tangga, tetap saja harta yang diperoleh suami selama masa pernikahan tersebut dianggap sebagai harta bersama. Makanya, tetap ada bagian harta gono-gini bagi istri yang tidak bekerja.
Mengenai besaran pembagiannya sendiri, biasanya akan dilakukan secara adil, yakni dengan membagi dua total harta bersama tersebut. Namun, besaran bagian masing-masing harta gono-gini untuk istri yang tidak bekerja bisa saja berubah, jika sekiranya sudah ada perjanjian pranikah sebelumnya yang mengatur tentang hal tersebut.
4. Pembagian Harta Gono-gini Aset yang Masih Proses Kredit
Pada beberapa situasi, ada harta bersama atau gono-gini yang masih berupa aset dalam proses kredit alias belum lunas. Jika tidak diselesaikan dengan baik, maka bisa terjadi saling lempar tanggung jawab antara pasangan yang bercerai, untuk melunasi kredit tersebut. Masing-masing pihak tentu tidak mau menanggung sendiri kerugian atas pembelian aset bersama tersebut.
Pada situasi seperti ini, penyelesaian umumnya akan dilakukan dengan merujuk pada pasal 31 KHI (Kompilasi Hukum Islam). Pada pasal 31 KHI disebutkan bahwa semua hutang yang dibuat selama masa pernikahan, akan dihitung sebagai kerugian bersama. Jadi, baik pihak suami ataupun istri wajib untuk membayarnya bersama-sama.
Nantinya, pertanggungjawaban pada hutang atau kredit yang dilakukan untuk kebutuhan keluarga, akan dibebankan pada harta bersama. Sekiranya harta bersama tidak cukup, maka akan dibebankan pada harta suami. Kalau harta suami tidak ada atau tidak cukup, maka akan dibebankan pembayarannya pada harta istri.
Jika aset kredit tersebut sudah dilunasi, maka aset tersebut akan dijual. Hasil penjualan aset ini akan dibagi dengan adil dan sesuai dengan kesepakatan mantan pasangan suami istri tersebut. Lain halnya jika hanya satu pihak saja yang melunasi kredit aset tersebut. Pada situasi ini, maka seluruh aset akan menjadi hak milik dari pihak yang melakukan pelunasan.
Cara Mengurus Pembagian Harta Gono-gini Perceraian
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurus pembagian harta gono-gini perceraian. Hal ini dilakukan agar baik pihak suami atau pihak istri memperoleh pembagian yang adil terkait harta bersamanya setelah bercerai nanti. Simak berikut ini cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengurus pembagian harta gono-gini tersebut.
- Perhitungan Menyeluruh
Pertama, pengurusan pembagian harta gono-gini bisa dilakukan dengan cara perhitungan menyeluruh. Perhitungan menyeluruh dilakukan dengan menghitung keseluruhan harta yang dimiliki bersama, termasuk di dalamnya aset kredit, benda berwujud, dan benda tidak berwujud. Setelah selesai dihitung semuanya, pembagian bisa dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
- Menjual Aset Bersama
Agar lebih mudah dalam melakukan pembagian, bisa dilakukan penjualan aset bersama untuk mengetahui dengan pasti seberapa banyak harta yang dimiliki. Tentu saja penjualan aset ini hanya bisa dilakukan jika kedua belah pihak setuju untuk menjual aset tersebut. Setelah aset berhasil dijual, barulah nanti bisa dilakukan pembagian harta bersama secara adil.
- Pembagian Sama Rata
Pengurusan harta gono-gini juga bisa dilakukan dengan membagi rata harta bersama atas kesepakatan kedua belah pihak yang akan bercerai. Maknanya, baik pihak suami ataupun pihak istri akan menerima masing-masing setengah bagian dari harta bersama yang dimiliki. Namun jika sudah memiliki anak, pembagiannya akan menggunakan hukum yang berlaku.
- Melakukan Pembelian Harta Terjual
Cara mengurus pembagian harta gono-gini selanjutnya adalah melakukan pembelian harta terjual. Nantinya, aka nada pihak ketiga yang diminta untuk mendapatkan aset yang sudah terjual. Cara ini dilakukan saat pasangan suami istri yang ingin bercerai masih belum berkeinginan untuk menjual aset bersamanya.
- Melalui jalur pengadilan
Perihal pembagian harta gono gini melalui jalur pengadilan merupakan cara terakhir yang di tempuh oleh pasangan suami atau isteri yang hendak melangsungkan perceraian jika cara pembagian diluar pengadilan tidak berhasil, proses pengajuan harta gono gini melalui jalur pengadilan dengan membawa syarat sebagai berikut: Akta perkawinan, Akta perceraian, Bukti putusan pengadilan, bukti kepemilikah harta benda, Kartu e KTP, Kartu keluarga, bukti hutang piutang selama perkawinan berlangsung dan yang terakhir adalah harta yang lainya yang terjadi selama perkawinan berlangsung. Bila Semua bukti lengkap semua dapat di bawa ke pengadilan untuk di daftarkan menjadi gugatan harta gono gini.
Cara Pembagian Harta Gono-gini dalam Agama Islam
Seperti yang disebutkan sebelumnya, tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang pembagian harta gono-gini dalam agama Islam. Namun, bukan berarti tidak ada aturan yang digunakan dalam membagi harta bersama tersebut di situasi pasangan suami istri yang beragama Islam ingi bercerai. Dalam pembagian harta gono-gini nanti, ada beberapa kemungkinan cara pembagiannya.
- Perhitungan Pasti Jumlah Harta Suami dan Istri
Jika diketahui secara pasti perhitungan harta suami dan harta istri dalam pernikahan, yakni hasil kerja suami secara pasti dikurangi nafkah untuk keluarga dan hasil kerja istri diketahui dengan pasti, maka perhitungan harta gono-gini bisa dilakukan dengan mudah. Cukup dikalkulasikan saja berapa harta yang seharusnya menjadi milik suami ataupun milik istri.
- Sulf
Pada kondisi di mana tidak ada perhitungan harta suami dan harta istri, maka bisa dilakukan yang namanya sulf. Sulf merujuk pada kesepakatan antara suami dan istri berdasarkan musyawarah, atas dasar saling rida atau sukarela. Jadi, persentase pembagiannya nanti berdasarkan kesepakatan antara pihak suami dan istri tersebut, agar tidak terjadi persengketaan.
- ‘Urf
Selanjutnya, ‘urf juga bisa dijadikan sebagai acuan dalam membagi harta gono-gini dalam Islam, di saat tidak ada perhitungan harta suami dan harta istri. ‘Urf ini merujuk pada adat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat, sehingga bisa menjadi hukum di masyarakat tersebut. Nah, pembagian harta gono-gininya nanti didasarkan atas kebiasaan masyarakat yang ada di sana.
- Qadha
Jika sekiranya sulf ataupun ‘urf tidak ada, maka pembagian harta gono-gini bisa dilakukan dengan menjadi qadha sebagai acuan. Qadha merupakan keputusan yang ditetapkan oleh hakim setempat, terkait dengan masalah yang disampaikan kepadanya. Nantinya, kondisi suami dan istri akan menjadi pertimbangan dalam membagi harta gono-gini tersebut.
Cara Menghindari Konflik Pada Saat Pembagian Harta Gono-Gini
Hal-hal yang berkaitan dengan uang memang sangat berpotensi memicu konflik, salah satunya termasuk pembagian harta bersama atau gono-gini. Makanya, tak mengherankan jika tidak ada kesepakatan dalam pembagian harta bersama tersebut, konflik yang panjang untuk mempertahankan harta yang dirasa sudah menjadi hak masing-masing mantan pasangan akan bisa terjadi.
Sebenarnya, konflik yang dipicu oleh pembagian harta bersama ini bisa dihindari dengan membuat perjanjian pranikah atau prenuptial agreement sebelum melangsungkan pernikahan. Nah, dalam perjanjian pranikah inilah diatut sedemikian rupa mengenai pembagian harta bersama dengan adil dan tidak merugikan salah satu pihak.
Saat menyusun hal terkait pembagian harta bersama dalam perjanjian pranikah, ada beberapa hal penting yang harus disepakati, baik oleh pasangan yang akan melangsungkan pernikahan tersebut. Hal-hal tersebut meliputi harta bawaan atau warisan, pemisahan harta masing-masing yang diperoleh selama masa pernikahan, hingga hutang piutang masing-masing sebelum dan selama pernikahan.
Itulah tadi ulasan mengenai harta gono-gini, berikut dengan cara membaginya di beberapa kondisi tertentu. Keberadaan harta bersama atau gono-gini bisa memicu terjadinya konflik saat terjadi perceraian. Nah, agar konflik itu bisa dihindari, baiknya pasangan yang berencana untuk menikah, mengatur sedemikian rupa pembagian harta bersama melalui perjanjian pranikah.
Butuh Jasa Penyelesaian Harta Gono Gini
Portofolio Kami
Share Yuk !
Seorang Lulusan Universitas Hukum di jakarta yang gemar akan menulis perkembangan hukum di Indonesia